Halaman
ISBN :
978-602-427-122-0 (jilid lengkap)
978-602-427-125-1 (jilid 3)
Sejarah Indonesia
Buku SMA kelas
XII dis
usun
untuk
men
gem
bang
k an sik ap k ritis s
iswa
di
bid
ang
sej
arah. Buk
u ini merupak
an bahan pem
belaja
ran m
engena
i
seja
rah
Indonesi
a yang
disusun u
ntuk
mem
buk a cak rawala
sisw
a tentang
per
isti
wa pen
tin
g dalam
sejar
ah
Indo
nesi
a. P
erist
iwa-per
isti
wa pen
ting
yang
dicak
up
dal
am
buk
u ini
, merupak
an per
istiwa-per
isti
wa yang
m
emper
liha
tk an
din
ami
k a perj
alana
n kehidup
an ber
bangsa.
Dinam
ik a
tersebu
t memper
lihatk an
pandan
gan
visioner
para pem
im
pin
bangsa
untuk
men
jaga
keu
tuhan
Negar
a Kesa
tuan
Repu
blik
Indonesi
a (NKRI)
.
Sehin
gga, sisw
a dapa
t mengam
bil
pelaja
ran
dari kebesar
an
jiwa par
a
pemim
pin
Indon
esia dalam m
enga
tasi per
soalan
kehi
dupan
ber
bangsa
.
Buku ini juga
menj
elask
an
posisi,
pan
dangan
politik
dan per
an
Indonesi
a
dalam
per
caturan
poli
tik
internas
ional
,
mul
ai
dari
pen
yelen
ggar
aan
Konferensi
Asia
Afrik a,
per
an
Indonesi
a
dalam
pendir
ian
Gerak an
Non
Blok
, dan
per
an Indonesi
a dalam
pen
dirian dan
pengem
bangan
ASEAN
(Associa
tion Southeast
Asia Nation). P
eran
Indonesi
a t
ersebut
memper
liha
tk an bah
wa Indonesi
a turu
t ser
ta secar
a
aktif dalam
menci
ptak
an per
dam
aian dun
ia.
M
ateri ini
dihar
apk
an
m
am
pu
membuk
a
cak
rawala
sis
wa
terhada
p
perj
alan
an
seja
rah
ban
gsa
nya, sehi
ngga
sisw
a dapat m
emah
ami
kondisi bangsa
Indones
ia
saa
t ini,
dengan
belaja
r dar
i mas
a lalu, untuk
m
em
buat Indones
ia yang
lebih ba
ik. Di sisi lai
n, sisw
a juga ban
gga
d
an ci
nta ak an tana
h air
nya.
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia
SM
A/M
A/
SMK/MAK
KELAS
XII
Sejar
ah I
ndonesia
•
Kelas XII SM
A/M
A/SMK/M
AK
EDISI REVISI 2018
HE
T
ZONA
1
Z ONA 2
Z ONA 3
Z ONA 4
Z ONA 5
Rp18.300
Rp19.000
Rp19.800
Rp21.300
Rp27.400
Hak Cipta © 2018 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Dilindungi Undang-Undang
Disklaimer:
Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka
implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di
bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap
awal penerapan Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa
diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan
perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan yang dialamatkan kepada penulis dan
laman http://buku.kemdikbud.go.id atau melalui email [email protected] diharapkan
dapat meningkatkan kualitas buku ini.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejarah Indonesia/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.
viii, 272 hlm. : ilus. ; 25 cm.
Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII
ISBN 978-602-427-122-0 (jilid lengkap)
ISBN 978-602-427-125-1 (jilid 3)
1.Indonesia -- Sejarah -- Studi dan Pengajaran
I. Judul
II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
600
Penulis
: Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi
Penelaah
: Baha’ Uddin, Hariyono, dan Mohammad Iskandar.
Pe-
review
: Djulimi Tandjung
Penyelia Penerbitan
: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Cetakan Ke-1, 2014 (ISBN 978-602-282-774-0)
Cetakan Ke-2, 2018 (Edisi Revisi)
Disusun dengan huruf Times New Roman, 12 pt.
iii
Sejarah Indonesia
Kata Pengantar
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi
dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga
kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok
sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar
kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan
tersebut.
Pembelajaran Sejarah Indonesia untuk Kelas XII jenjang Pendidikan
Menengah yang disajikan dalam buku ini juga tunduk pada ketentuan tersebut.
Sejarah Indonesia bukan berisi materi pembelajaran yang dirancang hanya
untuk mengasah kompetensi pengetahuan siswa. Sejarah Indonesia adalah
mata pelajaran yang membekali siswa dengan pengetahuan tentang dimensi
ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan dalam menyajikan
pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan abstrak, serta sikap
menghargai jasa para pahlawan yang telah meletakkan pondasi bangunan
negara Indonesia beserta segala bentuk warisan sejarah, baik benda maupun
tak benda. Sehingga terbentuk pola pikir siswa yang sadar sejarah.
Sebagai pelajaran wajib yang harus diambil oleh semua siswa yang belum
tentu berminat dalam bidang sejarah, buku ini disusun menggunakan
pendekatan regresif yang lebih populer. Melalui pengamatan terhadap kondisi
sosial-budaya dan sejumlah warisan sejarah yang bisa dijumpai saat ini,
siswa diajak mengarungi garis waktu mundur ke masa lampau saat terjadinya
peristiwa yang melandasi terbentuknya peradaban yang melatarbelakangi
kondisi sosial-budaya dan warisan sejarah tersebut. Pembahasan dilanjutkan
dengan peristiwa-peristiwa berikutnya yang menyebabkan berkembang atau
menyusutnya peradaban tersebut sehingga menjadi yang tersisa saat ini.
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan siswa untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang
digunakan dalam Kurikulum 2013, siswa diajak menjadi berani untuk mencari
sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru
dalam meningkatkan dan menyesuaikan daya serap siswa dengan ketersediaan
kegiatan pada buku ini sangat penting. Guru dapat memperkayanya dengan
kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang
bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
iv
Kelas XII SMA/MA
Sebagai edisi pertama, buku ini sangat terbuka terhadap masukan dan akan
terus diperbaiki untuk penyempurnaan. Oleh karena itu, kami mengundang
para pembaca untuk memberikan kritik, saran dan masukan guna perbaikan dan
penyempurnaan edisi berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami mengucapkan
terima kasih. Mudah-mudahan kita dapat memberikan yang terbaik bagi
kemajuan dunia pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi seratus
tahun Indonesia Merdeka (2045).
Tim Penulis
v
Sejarah Indonesia
Daftar Isi
Kata Pengantar
.....................................................................................
iii
Daftar Isi
...............................................................................................
v
Bab I
Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa ....
1
A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)
...........
6
1. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi
....
8
2. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan
Kepentingan
......................................................................
22
3. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem
Pemerintahan
.....................................................................
25
B.
Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran
.........
30
1. Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa ...........
31
2. Teladan Para Tokoh Persatuan ..........................................
33
3. Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra
...............
41
4. Perempuan Pejuang
...........................................................
42
Bab II
Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia Masa
Demokrasi Parlementer (1950-1959) ....................................
47
A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal
.................
52
1. Sistem Pemerintahan
.........................................................
52
2. Sistem Kepartaian
.............................................................
65
3.
Pemilihan Umum 1955 .....................................................
66
B. Mencari Sistem Ekonomi Nasional
......................................
70
1. Pemikiran Ekonomi Nasional ...........................................
70
2. Sistem Ekonomi Liberal ...................................................
73
Bab III
Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ........................................
77
A. Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin
....................
81
1. Menuju Demokrasi Terpimpin
..........................................
81
2. Peta Kekuatan Politik Nasional
........................................
89
3. Pembebasan Irian Barat
....................................................
92
4. Konfrontasi Terhadap Malaysia .......................................
96
B. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
.........
99
Bab IV
Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi Indonesia
Masa Orde Baru (1966-1998) ................................................
103
A. Masa Transisi 1966-1967 ....................................................
107
1. Aksi-aksi Tritura ................................................................
107
2. Surat Perintah Sebelas Maret
............................................
109
3. Dualisme Kepemimpinan Nasional
..................................
111
B. Stabilisasi Politik dan Rehabilitasi Ekonomi .......................
114
1. Stabilisasi Politik dan Keamanan sebagai Dasar
Pembangunan
....................................................................
116
2. Stabilisasi Penyeragaman
..................................................
121
3. Penerapan Dwi Fungsi ABRI ............................................
124
4. Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru
......................................
126
5. Kebijakan Pembangunan Orde Baru ................................
128
vi
Kelas XII SMA/MA
C. Integrasi Timor-Timur .........................................................
136
D. Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa
Orde Baru ............................................................................
139
Bab V
Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi Indonesia
Masa Reformasi (1998-sekarang) ..........................................
143
A. Masa Akhir Orde Baru ........................................................
147
1. Krisis Moneter, Politik, Hukum, dan Kepercayaan
..........
147
2. Tuntutan dan Agenda Reformasi
.......................................
149
B. Perkembangan Politik dan Ekonomi ...................................
152
1. Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie .......................
152
2. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid .........
162
3. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno
Putri .. ................................................................................
168
4. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ....................... ................................................
176
C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
di Indonesia
.........................................................................
182
1. Nurtanio: Industri Dirgantara Nasional ....................... .....
184
2. Teknologi Komunikasi dan Transportasi .........
.................
186
3.
Revolusi Hijau .. ................................................................
189
4.
Dampak Perkembangan Teknologi .. ................................
193
Bab VI
Indonesia Dalam Panggung Dunia
........................................
199
A. Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri
Bebas Aktif
..........................................................................
204
B. Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya .........
209
1. Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif .......................
209
2. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi
Parlementer 1950-1959
....................................................
212
3. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno
(Demokrasi Terpimpin)
.....................................................
213
4. Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru ......
215
5. Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi ............... ...
217
C. Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian
Dunia ...................................................................................
221
1. Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 ..........
221
2. Gerakan Non-Blok ...........................................................
228
3. Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda .......................... .
231
4. Pembentukan ASEAN ......................................................
233
5. Organisasi Konferensi Islam
.............................................
241
6. Deklarasi Djuanda .............................................................
244
7. Jakarta Informal Meeting (JIM) I dan II
...........................
249
Daftar Pustaka ......................................................................................
254
Glosarium
...........................................................................................
258
Profil Penulis
.........................................................................................
263
Profil Penelaah
.....................................................................................
267
Profil Editor
..........................................................................................
271
vii
Sejarah Indonesia
Daftar Gambar
Gambar 1.1
Guntingan Koran (Berita Koran) tentang Konflik
di Indonesia. .....................................................................
6
Gambar 1.2
Muso dan Amir Syarifudin
...............................................
11
Gambar 1.3
Tokoh DI/TII. ...................................................................
15
Gambar 1.4
Data PKI Menjelang G30S/PKI .......................................
18
Gambar 1.5
Berita Koran di tahun 1965 tentang Usulan PKI untuk
Mempersenjatai Buruh dan Petani.
..................................
20
Gambar 1.6
Korban Westerling
............................................................
23
Gambar 1.7
Pasukan KNIL . ................................................................
24
Gambar 1.8
Allan Pope dalam Persidangan 28 Desember 1959 ..........
26
Gambar 1.9
Pahlawan Nasional.
..........................................................
33
Gambar 1.10 Peta Papua dan Tiga Tokoh Papua ...................................
35
Gambar 1.11
Sultan Hamengku Buwono IX. ........................................
37
Gambar 1.12
Sultan Syarif Kasim II
......................................................
40
Gambar 1.13
Ismail Marzuki.
................................................................
41
Gambar 1.14
Opu Daeng Risaju ............................................................
42
Gambar 2.1
Partai Peserta Pemilu 1955
...............................................
52
Gambar 2.2
Bung Karno Sedang Pidato Menyikapi Peristiwa 17
Oktober 1952 . ..................................................................
56
Gambar 2.3
Wilayah Indonesia Berdasarkan Deklarasi Juanda
...........
63
Gambar 2.4
Pemungutan Suara dalam Sidang Dewan Konstituante.
.. 69
Gambar 2.5
Contoh Mata Uang yang Digunting
.................................
72
Gambar 3.1
Infrastruktur yang Dibangun pada Masa Demokrasi
Terpimpin Melalui Politik Mercusuar ..............................
81
Gambar 3.2 Hasil Pemungutan Suara Dewan Konstituante Terhadap
Usulan Kembali ke UUD 1945 ........................................
83
Gambar 3.3
Suasana Pembacaan Dekret Presiden 5 Juli 1959.
...........
84
Gambar 3.4
MTB Macan Tutul dan lokasi Pertempuran Laut Aru
......
94
Gambar 4.1
Taman Mini Indonesia Indah.
...........................................
106
Gambar 4.2
Aksi Tritura di depan Fakultas Kedokteran UI ................
108
Gambar 4.3
Tiga Jenderal yang Membawa Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar) dari Soekarno ke Soeharto.
.............
110
Gambar 4.4
Soekarno dan Soeharto
.....................................................
114
Gambar 4.5
Lambang Golkar, PPP dan PDI. .......................................
119
Gambar 4.6
Presiden Soeharto Turun ke Sawah dalam Rangka
Sosialisasi Bibit Unggul ...................................................
130
Gambar 4.7
Presiden Soeharto Saat Mengunjungi Kelas di Salah
Satu SD Inpres. .................................................................
132
viii
Kelas XII SMA/MA
Gambar 4.8 Keluarga Berencana (Logo)
............................................
134
Gambar 4.9
Puskesmas . ......................................................................
136
Gambar 4.10
Guntingan Berita tentang Referendum Timor-Timur
.......
136
Gambar 4.11
Demonstrasi Masyarakat Timor-Timur yang
Menginginkan Integrasi . .................................................
138
Gambar 5.1
Aksi Mahasiswa Menduduki Gedung MPR/DPR pada
Tahun 1998
......................................................................
149
Gambar 5.2
Pidato Pengunduran Diri Soeharto sebagai Presiden RI
pada Tanggal 21 Mei 1998 di Istana Negara, Jakarta.
.......
151
Gambar 5.3
Pengambilan Sumpah Presiden B.J. Habibie
...................
152
Gambar 5.4
Karikatur yang Menggambarkan Harapan terhadap
Pemerintahan Gus Dur .....................................................
163
Gambar 5.5
Peta Pulau Sipadan dan Ligitan
.......................................
172
Gambar 5.6
Lambang Partai Peserta Pemilu Tahun 2009 . ..................
181
Gambar 5.7 Pengambilan Sumpah Presiden SBY
...............................
181
Gambar 5.8
Pesawat CN-235 ..............................................................
185
Gambar 5.9
Pesawat N-250 ................................................................
185
Gambar 5.10
Satelit Palapa
...................................................................
186
Gambar 5.11
Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa
..................
187
Gambar 5.12
Teknologi Sosro Bahu .....................................................
188
Gambar 5.13
Teknologi Cakar Ayam ....................................................
189
Gambar 5.14
Pengairan Sawah ..............................................................
190
Gambar 5.15
Pemilihan Bibit Unggul
....................................................
191
Gambar 5.16
Penggunaan Pestisida
.......................................................
191
Gambar 6.1
M. Hatta sedang Berpidato di Depan Sidang BP-KNIP. ..
200
Gambar 6.2
Kawasan Negara Peserta KAA ........................................
221
Gambar 6.3
Gedung Merdeka . ............................................................
224
Gambar 6.4
Soekarno, M. Hatta, dan Tokoh KAA .............................
227
Gambar 6.5
Presiden Soekarno Membuka KAA 1955 . ......................
228
Gambar 6.6
Presiden Soekarno sedang berpidato pada KTT GNB I
di Beograd ........................................................................
229
Gambar 6.7
Pelepasan Misi Garuda I oleh Presiden Soekarno. ...........
231
Gambar 6.8
Foto Bendera Negara-Negara Anggota ASEAN ..............
233
Gambar 6.9
Foto Suasana Penandatanganan Deklarasi Pembentukan
ASEAN di Bangkok. ........................................................
233
1
Sejarah Indonesia
BAB I
Perjuangan Menghadapi
Ancaman Disintegrasi
Bangsa
Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi
ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri
(C.S.T. Kansil dan Julianto, 1998)
Sumber: upload.wikimedia.org
2
Kelas XII SMA/MA
Tahukah kalian bahwa sesudah 40 tahun lamanya, baru pertama kali
peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, diselenggarakan pada
tahun 1948. Awalnya, peringatan tersebut merupakan anjuran Bung Karno
agar pemerintah menyelenggarakannya secara besar-besaran. Untuk itu,
diangkatlah Ki Hajar Dewantara sebagai ketua panitia peringatan.
Mengapa peringatan ini dilaksanakan? Ki Hajar Dewantara menjawab hal
tersebut, dengan mengatakan:
“
Itulah sebenarnja maksud dan tudjuan Bung Karno, ketika ia mengandjurkan
supaja hari 20 Mei tahun 1948 dirajakan setjara besar-besaran. Hari itu
olehnja dianggap sebagai hari bangunnja rakjat, hari sadarnja serta bangkitnja
rasa kebangsaan Indonesia, pada tahun 1908, empat puluh tahun sebelum itu
adjakan Bung Karno tadi terbukti sangat ditaati oleh semua golongan rakjat.
Mulai golongan-golongan jang berada di luar gerakan politik, sampai dengan
partai, mulai jang paling kanan sampai jang paling kiri, ikut serta secara aktif,
dan bersama-sama merajakan hari 20 Mei tahun itu sebagai “Hari Kebangkitan
Nasional”, sebagai Hari Kesatuan Rakjat Indonesia”. (C.S.T. Kansil dan
Julianto, 1998).
Jadi, makna peringatan Kebangkitan Nasional sebagaimana dimaksud
Bung Karno di atas, adalah untuk memperkuat kesatuan bangsa, khususnya
dalam menghadapi Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia. Apalagi
di awal tahun itu muncul pula kelompok dengan garis perjuangan ideologi
yang dapat menghancurkan integrasi bangsa dan ideologi negara Indonesia.
Apalagi pada 1948, Muso baru kembali dari Moskwa dengan menawarkan
doktrin “Jalan Baru” sebagai strategi perjuangan bangsa yang berbeda dari
strategi yang dijalankan pemerintah Soekarno-Hatta. Ada tiga gagasan yang
dikemukakan Muso. Petama, membentuk Front Nasional untuk menghimpun
kekuatan komunis dan nonkomunis di bawah pimpinan PKI. Kedua, mengubah
PKI menjadi partai tunggal Marxis-Leninis, dan yang ketiga, menyesuaikan
perjuangan PKI dengan garis perjuangan Komunis Internasional (Komintern).
Hal ini membuat hubungan antara antara PKI dengan kubu nasionalis (PNI dan
Masyumi) kian meruncing. Pertikaian ideologi yang tajam tersebut berakhir
pada pecahnya pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948.
Sebagai konsekuensi disepakatinya hasil perundingan Renville, sebanyak
35.000 anggota TNI juga dipaksa untuk meninggalkan wilayah yang diklaim
Belanda menuju daerah Republik Indonesia yang beribu kota di Yogyakarta.
Tiga bulan setelahnya, Belanda melancarkan agresi militer dengan menduduki
Ibu kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Presiden dan wakil presiden
serta beberapa pejabat tinggi negara ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Meski demikian presiden masih sempat memberikan mandat kepada Syafrudin
3
Sejarah Indonesia
Prawiranegara untuk menjadi ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
di Sumatera Barat. Bahkan Soekarno juga memerintahkan kepada Soedarsono
dan LN. Palar untuk siap mengantisipasi bila suatu ketika terpaksa mendirikan
pemerintahan pengasingan di India, meski hal ini akhirnya tidak terjadi.
Dengan kondisi kritis seperti itu maka Republik Indonesia dapat digambarkan
bagai “sebutir telur di ujung tanduk”.
Namun demikian Panglima Besar Soedirman sekeluarnya dari Yogyakarta,
langsung memimpin pasukannya untuk meneruskan perjuangan melawan
Belanda dengan melakukan perang gerilya. Sementara Kolonel A.H. Nasution,
selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa meneruskan rencana pertahanan
rakyat yang yang telah disusun oleh Panglima Besar Sudirman, dan dikenal
sebagai Perintah Siasat Nomor 1. Salah satu pokoknya adalah menyusupkan
pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal ke garis belakang
musuh dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa
akan menjadi medan gerilya yang luas.
Dapat pula dikemukakan peran Sultan Hamengku Buwono IX yang
telah memberikan
dukungan
fasilitas
dan finansial
untuk keberlangsungan
berjalannya pemerintahan republik yang ditinggalkan para pemimpinnya
tersebut. Menurut Kahin, dua kekuatan inilah yang menjadi sumber perlawanan
terhadap Belanda yang pada akhirnya memaksa Belanda untuk mengakhiri
perang menuju Konferensi Meja Bundar (KMB).
Kedua kekuatan yang digerakan oleh unsur sipil dan tentara yang
melakukan gerilya menjadi amunisi yang ampuh bagi para diplomat kita yang
terus berunding di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dengan strategi
perjuangan tersebut di atas dengan mendapat tekanan Internasional dan
dari Amerika Serikat sendiri yang mengancam akan menghentikan bantuan
Marshall Plan
, maka Belanda terpaksa menandatangani perjanjian KMB yang
berisi “penyerahan kedaulatan”
(souvereniteit overdracht)
.
Situasi dan kondisi perjuangan sebagaimana digambarkan di atas itulah
yang menjadi makna nilai persatuan dari peringatan kebangkitan nasional
ke-40 di tahun 1948, yang menggerakkan perjuangan bangsa Indonesia yang
pantang menyerah dan pada akhirnya dapat mengakhiri upaya Belanda untuk
kembali menjajah.
Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa memang bukan persoalan
main-main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi
pada masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus
terus dan selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa
apabila terjadi bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan
hal tersebut.
4
Kelas XII SMA/MA
5
Sejarah Indonesia
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah memelajari uraian ini, diharap kamu dapat:
1.
Menganalisis berbagai pergolakan daerah yang terjadi di Indonesia
antara tahun 1948 hingga 1965.
2.
Mengaitkan peristiwa pergolakan daerah yang terjadi di Indonesia
antara tahun 1948 hingga 1965 dengan potensi ancaman disintegrasi
pada masa sekarang.
3.
Mengambil hikmah dari berbagai ancaman disintegrasi bangsa
yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya yang telah terjadi di
tahun 1948 hingga 1965.
HIKMAH DAN ARTI PENTING
Memelajari sejarah pergolakan bangsa yang pernah terjadi dan
membahayakan persatuan nasional
merupakan hal sangat penting, agar
kita mendapatkan pelajaran sekaligus peringatan. Mengapa sampai
timbul perpecahan, mengapa perpecahan itu bisa
berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, dan apa
yang salah dengan bangsa kita pada
waktu itu? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan memberikan
pelajaran dan inspirasi bagaimana kita menghadapi berbagai potensi
disintegrasi bangsa pada masa kini dan masa yang akan datang. Semua
itu tak lain harus dilakukan demi lestarinya kita sebagai sebuah bangsa.
6
Kelas XII SMA/MA
A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)
Mengamati Lingkungan
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.1 Guntingan koran (Berita koran) tentang konflik di Indonesia
Perhatikan gambar di atas!
1. Apa komentar kamu tentang berbagai berita tentang konflik yang terjadi di
Indonesia tersebut?
2. Konflik di
bidang apa sajakah itu?
Alangkah hebatnya bangsa kita sebenarnya. Indonesia adalah negeri yang
terdiri atas 17.500 pulau, lebih dari 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa,
6 agama resmi dan belum termasuk beragam aliran kepercayaan, serta 737
bahasa. Kita harus bersyukur pada Tuhan YME, atas keberuntungan bangsa
kita yang hingga kini tetap bersatu dalam keberagaman, meskipun berbagai
kasus konflik
dan pergolakan
sempat
berlangsung
di masyarakat.
Hal ini
misalnya dapat dilihat dari potongan gambar berita di atas.
Dalam
sejarah
republik
ini, konflik
dan pergolakan
dalam skala yang lebih
besar bahkan pernah terjadi. Bila sudah begitu, lantas siapa pihak yang paling
dirugikan? Tak lain adalah rakyat, bangsa kita sendiri. Karenanya, dalam
7
Sejarah Indonesia
bab berikut ini akan kamu pelajari beberapa pergolakan besar yang pernah
berlangsung di dalam negeri akibat ketegangan politik selama rentang tahun
1948–1965. Tahun 1948 ditandai dengan pecahnya pemberontakan besar
pertama setelah Indonesia merdeka, yaitu pemberontakan PKI di Madiun.
Sedangkan tahun 1965 merupakan tahun di mana berlangsung peristiwa G30S/
PKI yang berusaha merebut kekuasaan dan mengganti ideologi Pancasila.
Mengapa penting hal ini kita kaji, tak lain agar kita dapat menarik hikmah dan
tragedi seperti itu tak terulang kembali pada masa kini. Di sinilah pentingnya
kita mempelajari sejarah.
Sejarah
pergolakan
dan konflik
yang terjadi
di Indonesia
selama
masa
tahun 1948-1965 dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan:
1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan
ideologi.
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun,
pemberontakan DI/TII, dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh
PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung
dengan membawa ideologi agama.
Perlu kalian ketahui bahwa menurut Herbert Feith, seorang akademisi
Australia, aliran politik besar yang terdapat di Indonesia pada masa setelah
kemerdekaan (terutama dapat dilihat sejak Pemilu 1955) terbagi dalam lima
kelompok: nasionalisme radikal (diwakili antara lain oleh PNI), Islam (NU dan
Masyumi), komunis (PKI), sosialisme demokrat (Partai Sosialis Indonesia/
PSI), dan tradisionalis
Jawa (Partai
Indonesia
Raya/PIR,
kelompok
teosofis/
kebatinan, dan birokrat pemerintah/pamong praja). Pada masa itu kelompok-
kelompok tersebut nyatanya memang saling bersaing dengan mengusung
ideologi masing-masing.
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan
kepentingan (
vested interest
).
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan
Andi Aziz.
Vested Interest
merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat
pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol
suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga
enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi
Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara
8
Kelas XII SMA/MA
Kerajaan (di) Hindia Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan tentara
Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi
seperti ini, konflik pun terjadi.
3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem
pemerintahan.
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(
Bijeenkomst Federal Overleg
), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk
negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI
menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah negara
Pasundan, negara Madura, Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan
musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk oleh Belanda.
Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan
ini makin bertindak netral, tidak lagi semata-mata memihak Belanda. Pro-
kontra tentang negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan
pertentangan.
Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan perlawanan
yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah
Indonesia terhadap kebijakan pemerintahan pusat, yang dinilai tidak adil dan
semakin condong ke kiri (komunis).
TUGAS
Buatlah kelompok
yang terdiri atas 2-3 orang. Kemudian buat
peta konsep
(mind mapping) mengenai bentuk-bentuk ancaman disintegrasi bangsa, yang
terjadi dalam sejarah Indonesia pada 1948-1965.
Sekarang
mari kita bahas satu persatu
konflik
atau pergolakan
yang terjadi
di Indonesia pada 1948-1965, yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut.
1. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi.
a)
Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun
Selain Partai Nasional Indonesia (PNI), PKI merupakan partai politik
pertama yang didirikan sesudah proklamasi. Meski demikian, PKI bukanlah
partai baru, karena telah ada sejak zaman pergerakan nasional sebelum
dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda akibat memberontak pada tahun
1926.
9
Sejarah Indonesia
Sejak merdeka sampai awal tahun 1948, PKI masih bersikap mendukung
pemerintah, yang kebetulan memang dikuasai oleh golongan kiri. Hal ini
terkait dengan Doktrin Dimitrov, yang menyatakan bahwa gerakan komunis
harus bekerja sama dengan kapitalis dalam rangka menghadapi kekuatan
fasis. Namun ketika golongan kiri terlempar dari pemerintahan, PKI menjadi
partai oposisi dan bergabung dengan partai serta organisasi kiri lainnya dalam
Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang didirikan Amir Syarifuddin pada bulan
Februari 1948. Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang Muso.
Ia membawa berita bahwa Doktrin Dimitrov telah diganti dengan Doktrin
Zhdanov dimana komunis harus bekerja sama dengan golongan nasionalis-
progresif untuk menghadapi golongan kapitalis borjuis. Muso lalu membawa
PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada
tanggal 18 September 1948 (Taufik
Abdullah dan
AB Lapian, 2012).
Mengapa PKI memberontak? Alasan utamanya tentu bersifat ideologis, di
mana mereka memiliki cita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara
komunis. Berbagai upaya dilakukan oleh PKI untuk meraih kekuasaan. Di
bawah pimpinan Musso, PKI berhasil menarik partai dan organisasi kiri dalam
FDR bergabung ke dalam PKI. Partai ini lalu mendorong dilakukannya berbagai
demonstrasi dan pemogokan kaum buruh dan petani. Sebagian kekuatan-
kekuatan bersenjata juga berhasil masuk dalam pengaruh mereka. Muso juga
kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengecam pemerintah dan
membahayakan strategi diplomasi Indonesia melawan Belanda yang ditengahi
Amerika Serikat (AS). Pernyataan Muso lebih menunjukkan keberpihakannya
pada Uni Soviet yang komunis.
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan
Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan
Malaka, untuk meredam gerak ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah
terlampau panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran
antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai
meletus. PKI kemudian memusatkan kekuatannya di Madiun. Pada tanggal
18 September 1948, Muso memproklamirkan Republik Soviet Indonesia.
Presiden Soekarno segera bereaksi, dan berpidato di RRI Yogjakarta:
“...Saudara-saudara! Camkan benar apa artinja itu: Negara Republik
Indonesia jang kita tjintai, hendak direbut oleh PKI Muso. Kemarin pagi PKI
Muso, mengadakan coup, mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun dan
mendirikan di sana suatu pemerintahan Sovyet, di bawah pimpinan Muso.
Perampasan ini mereka pandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh
Pemerintahan Republik Indonesia.
10
Kelas XII SMA/MA
...Saudara-saudara, camkanlah benar-benar apa artinja jang telah terdjadi itu.
Negara Republik Indonesia hendak direbut oleh PKI Muso!
Rakjat jang kutjinta ! Atas nama perdjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku
berseru kepadamu: “Pada saat jang begini genting, di mana engkau dan kita
sekalian mengalami percobaan jang sebesar-besarnja dalam menentukan
nasib kita sendiri, bagimu adalah pilihan antara dua: ikut Muso dengan PKI-
nja jang akan membawa bangkrutnja cita-cita Indonesia Merdeka, atau ikut
Soekarno-Hatta, jang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin
Negara Republik Indonesia jang merdeka, tidak didjadjah oleh negeri apa pun
djuga.
...Buruh jang djudjur, tani jang djudjur, pemuda jang djudjur, rakyat jang
djudjur, djanganlah memberikan bantuan kepada kaum pengatjau itu. Djangan
tertarik siulan mereka! ...Dengarlah, betapa djahatnja rentjana mereka itu!
(Daud Sinyal, 1996).
Di awal pemberontakan, pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan
para pemimpin partai yang antikomunis terjadi. Kaum santri juga menjadi
korban. Tetapi pasukan pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi
kemudian berhasil mendesak mundur pemberontak. Puncaknya adalah ketika
Muso tewas tertembak. Amir Syarifuddin juga tertangkap. Ia akhirnya dijatuhi
hukuman mati. Tokoh-tokoh muda PKI seperti Aidit dan Lukman berhasil
melarikan diri. Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan
PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa
Gerakan 30 September 1965. Ribuan orang tewas dan ditangkap pemerintah
akibat pemberontakan Madiun ini. PKI gagal mengambil alih kekuasaan.
Dari kisah di atas, apa hal terpenting dari peristiwa pemberontakan PKI di
Madiun ini bagi sejarah Indonesia kemudian?
Pertama, upaya membentuk tentara Indonesia yang lebih profesional
menguat sejak pemberontakan tersebut. Berbagai laskar dan kekuatan
bersenjata “liar” berhasil didemobilisasi (dibubarkan). Dari sisi perjuangan
diplomasi,
simpati
AS sebagai
penengah
dalam konflik
dan perundingan
antara
Indonesia dengan Belanda perlahan berubah menjadi dukungan terhadap
Indonesia, meskipun hal ini tidak juga bisa dilepaskan dari strategi global AS
dalam menghadapi ancaman komunisme.
Tetapi hal terpenting
lain juga perlu dicatat.
Bahwa
konflik
yang terjadi
berdampak pula pada banyaknya korban yang timbul. Ketidakbersatuan
bangsa Indonesia yang tampak dalam peristiwa ini juga dimanfaatkan oleh
Belanda yang mengira Indonesia lemah, untuk kemudian melancarkan agresi
militernya yang kedua pada Desember 1948.
11
Sejarah Indonesia
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.2 Muso dan Amir Syarifudin
b)
Pemberontakan DI/TII
Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah
Indonesia bermula dari sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh
S.M. Kartosuwiryo. Ia dulu adalah salah seorang tokoh Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Perjanjian Renville membuka peluang bagi Kartosuwiryo
untuk lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam.
Salah satu keputusan Renville adalah pasukan RI dari daerah-daerah yang
berada di dalam garis van Mook harus pindah ke daerah yang dikuasai RI.
Divisi Siliwangi dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan
negara bagian Pasundan oleh Belanda. Akan tetapi laskar bersenjata Hizbullah
dan Sabilillah yang telah berada di bawah pengaruh Kartosuwiryo tidak
bersedia pindah dan malah membentuk Tentara Islam Indonesia (TII). Vakum
(kosong)-nya kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan Kartosuwiryo.
Meski awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka
menunjang perjuangan RI, namun akhirnya perjuangan tersebut beralih
menjadi perjuangan untuk merealisasikan cita-citanya. Ia lalu menyatakan
pembentukan Darul Islam (negara Islam/DI) dengan dukungan TII, di Jawa
Barat pada Agustus 1948.
Persoalan timbul ketika pasukan Siliwangi kembali balik ke Jawa Barat.
Kartosuwiryo tidak mau mengakui tentara RI tersebut kecuali mereka mau
bergabung dengan DI/TII. Ini sama saja Kartosuwiryo dengan DI/TII nya
tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat. Maka pemerintah pun
bersikap tegas. Meski upaya menanggulangi DI/TII Jawa Barat pada awalnya
terlihat belum dilakukan secara terarah, namun sejak 1959, pemerintah mulai
melakukan operasi militer.
Gambar di samping adalah tokoh
“kiri” yang memiliki kaitan dengan
pemberontakan PKI di Madiun.
Carilah informasi dari berbagai
sumber mengenai peran kedua tokoh
PKI tersebut dalam Pemberontakan
PKI Madiun tahun 1948. Jelaskan
pula, tindakan apa yang dilakukan
oleh Pemerintah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut, dan apa akibat
yang ditimbulkan oleh Pemberontakan
PKI Madiun yang berkait dengan
penderitaan rakyat!
12
Kelas XII SMA/MA
Operasi terpadu “Pagar Betis” digelar, di mana tentara pemerintah
menyertakan juga masyarakat untuk mengepung tempat-tempat pasukan DI/
TII berada. Tujuan taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak dan
memotong arus perbekalan pasukan lawan. Selain itu diadakan pula operasi
tempur dengan sasaran langsung basis-basis pasukan DI/TII. Melalui operasi
ini pula Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962. Ia lalu dijatuhi
hukuman mati, yang menandai pula berakhirnya pemberontakan DI/TII
Kartosuwiryo.
Di Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip, di mana akibat persetujuan
Renville daerah Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan TNI (Tentara Nasional
Indonesia) dan aparat pemerintahan. Terjadi kevakuman di wilayah ini dan
Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah yang tidak mau di-TNI-kan segera
mengambil alih.
Saat pasukan TNI kemudian balik kembali ke wilayah tersebut setelah
Belanda melakukan agresi militernya yang kedua, sebenarnya telah terjadi
kesepakatan antara Amir Fatah dan pasukannya dengan pasukan TNI. Amir
Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi Tegal
dan Brebes. Namun terjadi ketegangan karena berbagai persoalan antara
pasukan Amir Fatah dengan TNI sering timbul kembali. Amir Fatah pun
semakin berubah pikiran setelah utusan Kartosuwiryo datang menemuinya
lalu mengangkatnya sebagai Panglima TII Jawa Tengah. Ia bahkan kemudian
ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Sejak itu
terjadi
kekacauan
dan konflik
terbuka
antara pasukan
Amir Fatah dengan
pasukan TNI.
Tetapi berbeda dengan DI/TII di Jawa Barat, perlawanan Amir Fatah tidak
terlalu lama. Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya
cepat berakhir. Desember 1951, ia menyerah.
Selain Amir Fatah, di Jawa Tengah juga timbul pemberontakan lain yang
dipimpin oleh Kiai Haji Machfudz atau yang dikenal sebagai Kyai Sumolangu.
Ia didukung oleh laskar bersenjata Angkatan Umat Islam (AUI) yang sejak
didirikan memang berkeinginan menciptakan suatu negara Indonesia yang
berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meski demikian, dalam perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan, awalnya AUI bahu membahu dengan Tentara
Republik dalam menghadapi Belanda. Wilayah operasional AUI berada di
daerah Kebumen dan daerah sekitar pantai selatan Jawa Tengah.
Namun kerja sama antara AUI dengan Tentara RI mulai pecah ketika
pemerintah hendak melakukan demobilisasi AUI. Ajakan pemerintah untuk
berunding ditolak Kyai Sumolangu. Pada akhir Juli 1950 Kyai Sumolangu
melakukan pemberontakan. Sesudah sebulan bertempur, tentara RI berhasil
13
Sejarah Indonesia
menumpas pemberontakan ini. Ratusan pemberontak dinyatakan tewas
dan sebagian besar berhasil ditawan. Sebagian lainnya melarikan diri dan
bergabung dengan pasukan TII di Brebes dan Tegal. Akibat pemberontakan ini
kehancuran yang diderita di Kebumen besar sekali. Ribuan rakyat mengungsi
dan ratusan orang ikut terbunuh. Selain itu desa-desa juga mengalami
kerusakan berat.
Pemberontakan Darul Islam di Jawa Tengah lainnya juga dilakukan
oleh Batalyon 426 dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah. Ini adalah tentara
Indonesia yang anggota-anggotanya berasal dari laskar Hizbullah. Simpati
dan kerja sama mereka dengan Darul Islam pun jadinya tampak karena DI/TII
juga berbasis pasukan laskar Hizbullah. Cakupan wilayah gerakan Batalyon
426 dalam pertempuran dengan pasukan RI adalah Kudus, Klaten, hingga
Surakarta.Walaupun dianggap kuat dan membahayakan, namun hanya dalam
beberapa bulan saja, pemberontakan Batalyon 426 ini juga berhasil ditumpas.
Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII terjadi pula
di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Pada
tahap awal, pemberontakan ini lebih disebabkan akibat ketidakpuasan para
bekas pejuang gerilya kemerdekaan terhadap kebijakan pemerintah dalam
membentuk Tentara Republik dan demobilisasi yang dilakukan di Sulawesi
Selatan. Namun beberapa tahun kemudian pemberontakan malah beralih
dengan bergabungnya mereka ke dalam DI/TII Kartosuwiryo.
Tokoh Kahar Muzakkar sendiri pada masa perang kemerdekaan pernah
berjuang di Jawa bahkan menjadi komandan Komando Grup Sulawesi Selatan
yang bermarkas di Yogyakarta. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949 ia
lalu ditugaskan ke daerah asalnya untuk membantu menyelesaikan persoalan
tentang Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) di sana. KGSS dibentuk
sewaktu perang kemerdekaan dan berkekuatan 16 batalyon atau satu divisi.
Pemerintah ingin agar kesatuan ini dibubarkan lebih dahulu untuk kemudian
dilakukan reorganisasi tentara kembali. Semua itu dalam rangka penataan
ketentaraan. Namun anggota KGSS menolaknya.
Begitu tiba, Kahar Muzakkar diangkat oleh Panglima Tentara Indonesia
Timur menjadi koordinator KGSS, agar mudah menyelesaikan persoalan.
Namun Kahar Muzakkar malah menuntut kepada Panglimanya agar KGSS
bukan dibubarkan, melainkan minta agar seluruh anggota KGSS dijadikan
tentara dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini langsung ditolak
karena pemerintah berkebijakan hanya akan menerima anggota KGSS
yang memenuhi syarat sebagai tentara dan lulus seleksi. Kahar Muzakkar
tidak menerima kebijakan ini dan memilih berontak diikuti oleh pasukan
pengikutnya.
14
Kelas XII SMA/MA
Selama masa pemberontakan, Kahar Muzakkar pada tanggal 7
Agustus 1953 menyatakan diri sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia
Kartosuwiryo. Pemberontakan yang dilakukan Kahar memang memerlukan
waktu lama untuk menumpasnya. Pemberontakan baru berakhir pada tahun
1965. Di tahun itu, Kahar Muzakkar tewas tertembak dalam suatu penyergapan.
Pemberontakan yang berkait dengan DI/TII juga terjadi di Kalimantan
Selatan. Namun dibandingkan dengan gerakan DI/TII yang lain, ini adalah
pemberontakan yang relatif kecil, dimana pemberontak tidak menguasai daerah
yang luas dan pergerakan pasukan yang besar. Meski begitu, pemberontakan
berlangsung lama dan berlarut-larut hingga tahun 1963 saat Ibnu Hajar,
pemimpinnya, tertangkap.
Timbulnya pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan ini sesungguhnya
bisa ditelusuri hingga tahun 1948 saat Angkatan Laut Republik Indonesia
(ALRI) Divisi IV, sebagai pasukan utama Indonesia dalam menghadapi
Belanda di Kalimantan Selatan, telah tumbuh menjadi tentara yang kuat dan
berpengaruh di wilayah tersebut. Namun ketika penataan ketentaraan mulai
dilakukan di Kalimantan Selatan oleh pemerintah pusat di Jawa, tidak sedikit
anggota ALRI Divisi IV yang merasa kecewa karena diantara mereka ada
yang harus didemobilisasi atau mendapatkan posisi yang tidak sesuai dengan
keinginan mereka. Suasana mulai resah dan keamanan di Kalimantan Selatan
mulai terganggu. Penangkapan-penangkapan terhadap mantan anggota ALRI
Divisi IV terjadi. Salah satu alasannya adalah karena diantara mereka ada yang
mencoba menghasut mantan anggota ALRI yang lain untuk memberontak.
Diantara para pembelot mantan anggota ALRI Divisi IV adalah Letnan
Dua Ibnu Hajar. Dikenal
sebagai
figur berwatak
keras, dengan
cepat ia berhasil
mengumpulkan pengikut, terutama di kalangan anggota ALRI Divisi IV yang
kecewa terhadap pemerintah. Ibnu Hajar bahkan menamai pasukan barunya
sebagai Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Kerusuhan
segera saja terjadi. Berbagai penyelesaian damai coba dilakukan pemerintah,
namun upaya ini terus mengalami kegagalan. Pemberontakan pun pecah.
Akhir tahun 1954, Ibnu Hajar memilih untuk bergabung dengan
pemerintahan DI/TII Kartosuwiryo, yang menawarkan kepadanya jabatan
dalam
pemerintahan
DI/TII
sekaligus
Panglima
TII Kalimantan.
Konflik
dengan tentara Republik pun tetap terus berlangsung bertahun-tahun. Baru
pada tahun 1963, Ibnu Hajar menyerah. Ia berharap mendapat pengampunan.
Namun pengadilan militer menjatuhinya hukuman mati.
Daerah pemberontakan DI/TII berikutnya adalah Aceh. Ada sebab dan
akhir yang berbeda antara pemberontakan di daerah ini dengan daerah-daerah
DI/TII lainnya.
15
Sejarah Indonesia
Di Aceh, pemicu langsung pecahnya pemberontakan adalah ketika pada
tahun 1950 pemerintah menetapkan wilayah Aceh sebagai bagian dari propinsi
Sumatera Utara. Para ulama Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama
Seluruh Aceh (PUSA) menolak hal ini. Bagi mereka, pemerintah terlihat tidak
menghargai masyarakat Aceh yang telah berjuang membela republik. Mereka
menuntut agar Aceh memiliki otonomi sendiri dan mengancam akan bertindak
bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Tokoh terdepan PUSA dalam hal ini adalah
Daud Beureuh.
Pemerintah pusat kemudian berupaya menempuh jalan pertemuan. Wakil
Presiden M. Hatta (1950), Perdana Menteri M. Natsir (1951), bahkan Soekarno
(1953) menyempatkan diri ke Aceh untuk menyelesaikan persoalan ini, namun
mengalami kegagalan. Akhirnya pada tahun 1953, setelah Daud Beureuh
melakukan kontak dengan Kartosuwiryo, ia menyatakan Aceh sebagai bagian
dari Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo.
Konflik
antara pengikut
Daud Beureuh
dengan
tentara
RI pun berkecamuk
dan tak menentu selama beberapa tahun, sebelum akhirnya pemerintah
mengakomodasi dan menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa pada tahun
1959. Tiga tahun setelah itu Daud Beureuh kembali dari pertempuran yang
telah selesai. Ia mendapat pengampunan.
Sumber: disarikan dari berbagai sumber
Gambar 1.3 Tokoh DI/TII
Perhatikan gambar di atas! Carilah informasi mengenai tokoh-
tokoh pemberontakan DI/TII dalam gambar tersebut. Jelaskan pula
secara tertulis,
tindakan apa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk
memadamkan pemberontakan DI/TII, dan apa akibat yang ditimbulkan
oleh pemberontakan tersebut yang berkait dengan penderitaan rakyat!
1
5
4
1. S. M. Kartosuwiryo
2. Amir Fatah (paling kana)
3. Kahar Muzakkar
4. Ibnu Hajar
5. Daud Beureuh
16
Kelas XII SMA/MA
c)
Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)
Inilah peristiwa yang hingga kini masih menyimpan kontroversi. Utamanya
adalah yang berhubungan dengan pertanyaan “Siapa dalang Gerakan 30
September 1965 sebenarnya?”
Setidaknya terdapat tujuh teori mengenai peristiwa kudeta G30S tahun
1965 ini:
1)
Gerakan 30 September merupakan Persoalan Internal Angkatan
Darat (AD).
Dikemukakan antara lain oleh Ben Anderson, W.F.Wertheim, dan Coen
Hotsapel, teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang
timbul akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. Hal ini misalnya
didasarkan pada pernyataan pemimpin Gerakan, yaitu Letnan Kolonel
Untung yang menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah-
mewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD.
Pendapat seperti ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang ada.
Jenderal Nasution misalnya, Panglima Angkatan Bersenjata ini justru
hidupnya sederhana.
2)
Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika
Serikat (CIA).
Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey
Robinson. Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan
komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan
pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan
suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar
melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan.
Tujuan akhir skenario CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno.
3)
Gerakan 30 September merupakan Pertemuan antara Kepentingan
Inggris-AS.
Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang
ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui
penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia
terbebas dari komunisme. Dimasa itu, Soekarno memang tengah gencar
melancarkan provokasi menyerang Malaysia yang dikatakannya sebagai
negara boneka Inggris. Teori dikemukakan antara lain oleh Greg Poulgrain.
17
Sejarah Indonesia
4)
Soekarno adalah Dalang Gerakan 30 September.
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes
ini beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan
kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira
tinggi AD. Karena PKI dekat dengan Soekarno, partai inipun terseret.
Dasar teori ini antara lain berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik,
seorang pilot asal India yang menjadi sahabat banyak pejabat Indonesia
sejak masa revolusi. Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965
tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta
sebelum subuh. Menurut Patnaik, Soekarno berkata “sesudah itu saya
akan menutup lapangan terbang”. Di sini Soekarno seakan tahu bahwa
akan ada “peristiwa besar” esok harinya.
Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan tindakan Soekarno yang
ternyata kemudian menolak mendukung G30S. Bahkan pada 6 Oktober
1965, dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor, ia mengutuk gerakan ini.
5)
Tidak ada Pemeran Tunggal dan Skenario Besar dalam Peristiwa
Gerakan 30 September (Teori Chaos).
Dikemukakan antara lain oleh John D. Legge, teori ini menyatakan bahwa
tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S.
Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang
disebut Soekarno: “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI
yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. Semuanya
pecah dalam improvisasi di lapangan.
6)
Soeharto sebagai Dalang Gerakan 30 September
Pendapat yang menyatakan bahwa Soeharto adalah dalang Gerakan 30
September antara lain dikemukakan oleh Brian May dalam bukunya,
“Indonesian Tragedy”. Menurut Brian May terdapat kedekatan hubungan
antara Letkol. Untung sebagai pemimpin Gerakan 30 September 1965
dengan Mayjen. Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima
Kostrad.
7)
Dalang Gerakan 30 September adalah PKI
Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa
kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah
serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara
tahun 1959-1965. Dasar lainnya adalah bahwa setelah G30S, beberapa
perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan
diri CC PKI sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten.
18
Kelas XII SMA/MA
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail
Saleh ini merupakan teori yang paling umum didengar mengenai kudeta
tanggal 30 September 1965.
Namun terlepas dari teori mana yang benar mengenai peristiwa G30S, yang
pasti sejak Demokrasi Terpimpin secara resmi dimulai pada tahun 1959,
Indonesia
memang
diwarnai
dengan
figur Soekarno
yang menampilkan
dirinya sebagai penguasa tunggal di Indonesia. Ia juga menjadi kekuatan
penengah di antara dua kelompok politik besar yang saling bersaing dan
terkurung dalam pertentangan yang tidak terdamaikan saat itu: AD dengan
PKI.
Juli 1960 misalnya, PKI melancarkan kecaman-kecaman terhadap kabinet
dan tentara. Ketika tentara bereaksi, Soekarno segera turun tangan hingga
persoalan ini sementara selesai. Hal ini kemudian malah membuat
hubungan Soekarno dengan PKI kian dekat (Crouch, 1999 dan Ricklefs,
2010).
Bulan Agustus 1960 Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang
merupakan partai pesaing PKI, dibubarkan pemerintah. PKI pun semakin
giat melakukan mobilisasi massa untuk meningkatkan pengaruh dan
memperbanyak anggota. Partai-partai lain seperti NU dan PNI hingga saat
itu praktis telah dilumpuhkan (Feith, 1998).
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.4 Data PKI Menjelang G30S/PKI
19
Sejarah Indonesia
Di tingkat pusat, PKI mulai berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
duduk dalam kabinet. Mungkin PKI merasa kedudukannya sudah
cukup kuat. Pada tahun-tahun sebelumnya partai ini umumnya hanya
melancarkan kritik terhadap pemerintah khususnya para menteri yang
memiliki pandangan politik berbeda dengan mereka.
Di bidang kebudayaan, saat sekelompok cendekiawan anti-PKI
memproklamasikan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang tidak ingin
kebudayaan nasional didominasi oleh suatu ideologi politik tertentu
(misalnya komunis), Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang pro PKI
segera mengecam keras. Soekarno ternyata menyepakati kecaman itu.
Tidak sampai satu tahun usianya, Manikebu dilarang pemerintah.
Sedangkan di daerah, persoalan-persoalan yang muncul tampaknya
malah lebih pelik lagi karena
bersinggungan
dengan
konflik
yang lebih
radikal. Hal ini sebagian merupakan akibat dari masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh program di bidang agraria (
landreform
/UU Pokok
Agraria 1960), dimana PKI segera melancarkan apa yang disebut sebagai
kampanye aksi sepihak. Aksi ini merupakan upaya mengambil alih tanah
milik pihak-pihak mapan di desa dengan paksa dan menolak janji-janji
bagi hasil yang lama. “Tujuh Setan Desa” karenanya dirumuskan oleh
PKI, yang terdiri dari tuan tanah jahat, lintah darat, tukang ijon, tengkulak
jahat, kapitalis birokrat desa, pejabat desa jahat dan bandit desa. “Setan
Desa”menurut versi PKI ini, menurut Tornquist, ujung-ujungnya merujuk
pada para pemilik tanah (Tornquist, 2011).
Adegan-adegan protes pun berlangsung bahkan radikalisme dipraktikkan
hingga upaya menurunkan lurah serta aksi protes terhadap para sesepuh
desa. Dalam aksi pengambilalihan tanah --terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, juga Bali, Jawa Barat dan Sumatera Utara-- massa PKI-pun
terlibat dalam pertentangan yang sengit dengan, tentu saja, para tuan tanah,
juga kaum birokrat dan para pengelola yang berasal dari kalangan tentara.
Para tuan tanah kebetulan pula kebanyakan berasal dari kalangan muslim
yang taat dan pendukung PNI. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan
PKI, khususnya di Jawa Timur, segera saja berhadapan muka dengan para
santri NU.
Di kota-kota tindakan liar juga bukan tidak terjadi. Ini misalnya tergambar
dalam cerita mengenai istri seorang dokter terkenal di Solo, yang akan
pergi ke suatu resepsi. Ia, yang mengenakan kebaya lengkap dengan
sanggul besar dan sepatu hak tinggi, digiring oleh ratusan tukang becak
20
Kelas XII SMA/MA
di tengah terik matahari ke kantor polisi untuk menyelesaikan pertikaian
harga becak. Adegan serupa pernah juga terjadi di berbagai kota. Ada pula
para kepala desa yang sudah tua disidangkan di depan pengadilan rakyat
(Ong Hok Ham,1999).
Selama tahun 1964, perlawanan terhadap aksi sepihak semakin lama
semakin kuat. Kekerasan jadinya semakin kerap terjadi. Di Jawa Timur
tindak balasan anti PKI dipelopori oleh kelompok pemuda NU, yaitu
Ansor.
Hubungan Angkatan Darat dengan PKI sendiri pada masa itu juga kian
memanas. Sindiran dan kritik kerap dilontarkan para petinggi PKI
terhadap AD.
Pada bulan-bulan awal tahun 1965 PKI “menyerang” para pejabat
anti PKI dengan menuduhnya sebagai kapitalis birokrat yang korup.
Demonstrasi-demonstrasi juga dilakukan untuk menuntut pembubaran
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Maka hingga pertengahan tahun
1965 atau sebelum pecah kudeta di awal Oktober, kekuatan politik di
ibukota tampaknya sudah semakin bergeser ke kiri. PKI kian berada di
atas angin dengan perjuangan partai yang semakin intensif.
TUGAS
Buat analisa, apa rencana PKI di balik usul tersebut,
dan apa akibat yang ditimbulkan dengan adanya usulan
PKI tentang dipersenjatainya petani dan buruh bagi
masyarakat Indonesia pada masa itu !
Usul pembentukan angkatan ke-5 selain AD-AU-
AL-AK yang dikemukakan oleh PKI pada Januari
1965, diakui memang semakin memperkeruh suasana
terutama dalam hubungan antara PKI dan TNI AD.
Tentara telah membayangkan bagaimana 21 juta
petani dan buruh bersenjata, bebas dari pengawasan
mereka.
Bagi para petinggi militer gagasan ini bisa berarti
pengukuhan aksi politik yang matang, bermuara pada
dominasi PKI yang hendak mendirikan pemerintahan
Sumber: 30 Tahun Indonesia
Merdeka
Gambar 1.5 Berita
koran di tahun
1965 mengenai
usulan PKI untuk
mempersenjatai
buruh dan petani
21
Sejarah Indonesia
komunis yang pro-RRC (Republik Rakyat Cina yang komunis) di
Indonesia (Southwood dan Flanagan, 2013). Usulan ini akhirnya memang
gagal direalisasikan.
PKI lalu meniupkan isu tentang adanya Dewan Jenderal di tubuh AD yang
tengah mempersiapkan suatu kudeta. Di sini, PKI menyodorkan “Dokumen
Gilchrist” yang ditandatangani Duta Besar Inggris di Indonesia. Isi
dokumen ditafsirkan sebagai isyarat adanya operasi dari pihak Inggris-AS
dengan melibatkan
our local army friend
(kawan-kawan kita dari tentara
setempat) untuk melakukan kudeta. Meski kebenaran isi dokumen ini
diragukan dan Jenderal Ahmad Yani kemudian menyanggah keberadaan
Dewan Jenderal ini saat Presiden Soekarno bertanya kepadanya, namun
pertentangan PKI dengan Angkatan Darat kini tampaknya telah mencapai
level yang akut. Pada bulan Mei 1965, Pelda. Sujono yang berusaha
menghentikan penyerobotan tanah perkebunan tewas dibunuh sekelompok
orang dari BTI dalam peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara. Jenderal
Yani segera menuntut agar mereka yang terlibat dalam peristiwa Bandar
Betsy diadili. Sikap tegasnya didukung penuh oleh organisasi-organisasi
Islam, Protestan, dan Katolik.
Sementara itu di Mantingan, PKI berusaha mengambil paksa tanah wakaf
Pondok Modern Gontor seluas 160 hektar (Ambarwulan dan Kasdi dalam
Taufik Abdullah,
ed., 2012: 139). Sebuah
tindakan
yang tentu saja semakin
membuat marah kalangan Islam. Apalagi empat bulan sebelumnya telah
terjadi peristiwa Kanigoro Kediri, dimana BTI telah membuat kacau
peserta mental Training Pelajar Islam Indonesia dan memasuki tempat
ibadah saat subuh tanpa melepas alas kaki yang penuh lumpur lalu
melecehkan Al Quran.
Suasana pertentangan antara PKI dengan AD dan golongan lain non PKI
pun telah sedemikian panasnya menjelang tanggal 30 September 1965.
Apalagi pada bulan Juli sebelumnya Soekarno tiba-tiba jatuh sakit. Tim
dokter Cina yang didatangkan DN Aidit untuk memeriksa Soekarno
menyimpulkan bahwa presiden RI tersebut kemungkinan akan meninggal
atau lumpuh. Maka dalam rapat Politbiro PKI tanggal 28 September 1965,
pimpinan PKI pun memutuskan untuk bergerak.
Dipimpin Letnan Kolonel Untung, perwira yang dekat dengan PKI,
pasukan pemberontak melaksanakan “Gerakan 30 September” dengan
menculik dan membunuh para jenderal dan perwira di pagi buta tanggal 1
Oktober 1965. Jenazah para korban lalu dimasukkan ke dalam sumur tua
di daerah Lubang Buaya Jakarta. Mereka adalah : Letnan Jenderal Ahmad
Yani (Menteri/Panglima AD), Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal
22
Kelas XII SMA/MA
Soeprapto, Mayor Jenderal MT. Haryono, Brigadir Jenderal DI Panjaitan,
Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Letnan Satu Pierre Andreas
Tendean. Sedangkan Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari
upaya penculikan, namun putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban.
Di Yogyakarta Gerakan 30 September juga melakukan penculikan dan
pembunuhan terhadap perwira AD yang anti PKI, yaitu: Kolonel Katamso
dan Letnan Kolonel Sugiono.
Pada berita RRI pagi harinya, Letkol. Untung lalu menyatakan pembentukan
“Dewan Revolusi”, sebuah pengumuman yang membingungkan
masyarakat.
Dalam situasi tak menentu itulah Panglima Komando Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera berkeputusan
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, karena Jenderal Ahmad
Yani selaku Men/Pangad saat itu belum diketahui ada dimana. Setelah
berhasil menghimpun pasukan yang masih setia kepada Pancasila, operasi
penumpasan Gerakan 30 September pun segera dilakukan. Bukan saja di
Jakarta, melainkan hingga basis mereka di daerah-daerah lainnya. Dalam
perkembangan berikutnya, ketika diketahui bahwa Gerakan September
ini berhubungan dengan PKI, maka pengejaran terhadap pimpinan dan
pendukung PKI juga terjadi. Bukan saja oleh pasukan yang setia pada
Pancasila tetapi juga dibantu oleh masyarakat yang tidak senang dengan
sepak terjang PKI. G30S/PKI pun berhasil ditumpas, menandai pula
berakhirnya gerakan dari Partai Komunis Indonesia.
TUGAS
Buatlah kelompok
yang terdiri atas 2-3 orang, kemudian buatlah rangkuman
mengenai “konflik dan pergolakan
yang
berkait dengan ideologi”.
2. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Kepentingan.
a)
Pemberontakan APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Kapten Raymond
Westerling pada tahun 1949. Ini adalah milisi bersenjata yang anggotanya
terutama berasal dari tentara Belanda: KNIL, yang tidak setuju dengan
pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di
Jawa Barat, yang saat itu masih berbentuk negara bagian Pasundan. Basis
23
Sejarah Indonesia
pasukan APRIS di Jawa Barat adalah Divisi Siliwangi. APRA ingin agar
keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka
sebagai tentara negara federal di Jawa Barat. Karena itu, pada Januari
1950 Westerling mengultimatum pemerintah RIS. Ultimatum ini segera
dijawab Perdana Menteri Hatta dengan memerintahkan penangkapan
terhadap Westerling.
APRA malah bergerak menyerbu kota Bandung secara mendadak dan
melakukan tindakan teror. Puluhan anggota APRIS gugur. Diketahui
pula kemudian kalau APRA bermaksud menyerang Jakarta dan ingin
membunuh antara lain Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX
dan Kepala APRIS Kolonel T.B. Simatupang. Namun semua itu akhirnya
dapat digagalkan oleh pemerintah. Westerling kemudian melarikan diri ke
Belanda.
TUGAS
Perhatikan potongan gambar di bawah ini!
Tuliskan pendapatmu tentang dampak langsung dari terjadinya
pemberontakan APRA.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka, (Deppen, 1975)
Gambar 1.6 Korban Westerling
24
Kelas XII SMA/MA
b)
Peristiwa Andi Aziz
Seperti halnya pemberontakan APRA di Bandung, peristiwa Andi Aziz
berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya yang berasal dari
KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar
hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur
(NIT). Ketika akhirnya tentara Indonesia benar-benar didatangkan ke
Sulawesi Selatan dengan tujuan memelihara keamanan, hal ini menyulut
ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz. Ada kekhawatiran
dari kalangan tentara KNIL bahwa mereka akan diperlakukan secara
diskriminatif oleh pimpinan APRIS.
Pasukan KNIL di bawah pimpinan Andi Aziz ini kemudian bereaksi
dengan menduduki beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima
Teritorium (wilayah) Indonesia Timur, Pemerintahpun bertindak tegas
dengan mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang.
April 1950, pemerintah memerintahkan Andi Aziz agar melapor ke Jakarta
akibat peristiwa tersebut, dan menarik pasukannya dari tempat-tempat
yang telah diduduki, menyerahkan senjata serta membebaskan tawanan
yang telah mereka tangkap. Tenggat waktu melapor adalah 4 x 24 jam.
Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya
telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke
sana dari Makasar. Ia juga kemudian mengakui bahwa aksi yang
dilakukannya berawal dari rasa tidak puas terhadap APRIS. Pasukannya
yang memberontak akhirnya berhasil ditumpas oleh tentara Indonesia di
bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
Carilah informasi tentang
KNIL!
Tuliskan pendapat kalian,
mengapa di negara federal
pasukan KNIL tidak mau
diganti oleh pasukan APRIS!
Sumber Gambar: Atlas Nasional Indonesia
(Bakorsurtanal, 2011)
Gambar 1.7 Pasukan KNIL
25
Sejarah Indonesia
c)
Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Sesuai dengan namanya, pemberontakan RMS dilakukan dengan tujuan
memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat dan menggantinya
dengan negara sendiri. Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung Negara
Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung
oleh mantan pasukan KNIL.
Upaya penyelesaian secara damai awalnya dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, yang mengutus dr. Leimena untuk berunding. Namun upaya
ini mengalami kegagalan. Pemerintah pun langsung mengambil tindakan
tegas, dengan melakukan operasi militer di bawah pimpinan Kolonel
Kawilarang.
Kelebihan
pasukan
KNIL RMS adalah
mereka
memiliki
kualifikasi
sebagai pasukan komando. Konsentrasi kekuatan mereka berada di Pulau
Ambon dengan medan perbentengan alam yang kokoh. Bekas benteng
pertahanan Jepang juga dimanfaatkan oleh pasukan RMS. Oleh karena
medan yang berat ini, selama peristiwa perebutan pulau Ambon oleh
TNI, terjadi pertempuran frontal dan dahsyat dengan saling bertahan dan
menyerang. Meski kota Ambon sebagai ibukota RMS berhasil direbut dan
pemberontakan ini akhirnya ditumpas, namun TNI kehilangan komandan
Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan Letnan Kolonel Soediarto yang gugur
tertembak. Soumokil sendiri awalnya berhasil melarikan diri ke pulau
Seram, namun ia akhirnya ditangkap tahun 1963 dan dijatuhi hukuman
mati.
3. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem
Pemerintahan.
a)
Pemberontakan PRRI dan Permesta
Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya
persoalan di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas
minimnya kesejahteraan tentara di Sumatera dan Sulawesi. Hal ini
mendorong beberapa tokoh militer untuk menentang Kepala Staf Angkatan
Darat (KSAD). Persoalan kemudian ternyata malah meluas pada tuntutan
otonomi daerah. Ada ketidakadilan yang dirasakan beberapa tokoh militer
dan sipil di daerah terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil
dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan
dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan
tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti:
26
Kelas XII SMA/MA
a)
Dewan Banteng di
Sumatera Barat yang
dipimpin oleh Letkol
Ahmad Husein.
b)
Dewan Gajah di Sumatera
Utara yang dipimpin
oleh Kolonel Maludin
Simbolon.
c)
Dewan Garuda di
Sumatera Selatan yang
dipimpin oleh Letkol.
Barlian.
d)
Dewan Manguni di
Sulawesi Utara yang
dipimpin oleh Kolonel
Ventje Sumual.
Dewan-dewan ini bahkan
kemudian mengambil alih
kekuasaan pemerintah daerah
di wilayahnya masing-
masing. Beberapa tokoh sipil
dari pusatpun mendukung
mereka bahkan bergabung ke
dalamnya, seperti Syafruddin
Prawiranegara, Burhanuddin
Harahap dan Mohammad
Natsir.
KSAD Abdul Haris Nasution
dan PM Juanda sebenarnya
berusaha mengatasi krisis ini
dengan jalan musyawarah,
namun gagal.
Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar
Kabinet Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Krisis
pun akhirnya memuncak ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka, Deppen, 1975
Gambar 1.8 Allen Pope dalam persidangan,
28 Desember 1959
Allen Lawrence Pope
Pemberontakan PRRI dan Permesta
ternyata melibatkan AS di dalamnya.
Kepentingan AS dalam pemberontakan
ini berkait dengan kekhawatiran negara
tersebut bila Indonesia akan jatuh ke
tangan komunis yang saat itu kian
menguat posisinya di pemerintahan pusat
Jakarta.
Salah satu bukti keterlibatan AS melalui
operasi CIA-nya adalah ketika pesawat
yang dikemudikan pilot Allen Lawrence
Pope berhasil ditembak jatuh.
Coba kalian cari informasi mengenai
kisah Allen Pope ini dalam kaitannya
dengan keterlibatan AS dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta.
27
Sejarah Indonesia
Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat. Seluruh dewan
perjuangan di Sumatera dianggap mengikuti pemerintahan ini. Sebagai
perdana menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin Prawiranegara.
Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah sebuah upaya untuk
menyelamatkan negara Indonesia, dan bukan memisahkan diri. Apalagi
PKI saat itu mulai memiliki pengaruh besar di pusat. Tokoh-tokoh sipil
yang ikut dalam PRRI sebagian memang berasal dari partai Masyumi
yang dikenal anti PKI.
Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula
oleh para tokoh masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan
musyawarah dengan pemerintah, menjadikan mereka mendukung PRRI,
mendeklarasikan Permesta sekaligus memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat (Kabinet Juanda).
Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi
militer dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata
didukung Amerika Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini
karena kekhawatiran mereka terhadap pemerintah pusat Indonesia yang
bisa saja semakin dipengaruhi komunis. Pada tahun itu juga pemberontakan
PRRI dan Permesta berhasil dipadamkan.
b)
Persoalan Negara Federal dan BFO
Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/
Bijeenkomst voor Federal Overleg
) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,
pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil
dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para
politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan
begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya
digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi
persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga
secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini
(1947).
28
Kelas XII SMA/MA
Dalam tubuh BFO juga bukan tidak terjadi pertentangan. Sejak
pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah
ke dalam dua kubu. Kelompok pertama menolak kerja sama dengan
Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerja sama membentuk
Negara Indonesia Serikat. Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde
Agung (NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara
Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan
dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan
bekerja sama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Ketika Belanda
melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian
sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi
antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Di kemudian hari, Sultan
Hamid II ternyata bekerja sama dengan APRA Westerling mempersiapkan
pemberontakan terhadap pemerintah RIS.
Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara
golongan
federalis
dan unitaris
makin lama makin mengarah
pada konflik
terbuka di bidang militer, pembentukan Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. Salah
satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS
diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan
anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerja sama dengan
bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar
mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang
masuknya
anggota
TNI ke negara bagian (Taufik
Abdullah
dan AB Lapian,
2012.). Kasus APRA Westerling dan mantan pasukan KNIL Andi Aziz
sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah cermin dari pertentangan
ini.
Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan
bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika
negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah
KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negara-
negara bagian tersebut bergabung ke RI.
29
Sejarah Indonesia
KESIMPULAN
1.
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar
terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi
semacam itu. Karena itulah kita harus selalu waspada dan terus
melakukan upaya untuk menguatkan persatuan bangsa Indonesia.
2. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi
sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan sistem
pemerintahan,
telah berakibat
pada banyaknya
kerugian
fisik, materi
mental dan tenaga bangsa.
3. Konflik
dan pergolakan
yang berlangsung
di antara
bangsa
Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi
ikut campurnya bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa
Indonesia.
LATIH UJI KOMPETENSI
1.
Tuliskan
contoh
konflik
di Indonesia
yang berkait
dengan
vested
interest, yang terjadi antara tahun 1948-1965. Jelaskan!
2.
Jelaskan perbedaan latar belakang terjadinya pemberontakan DI/
TII di Jawa Barat dengan DI/TII Aceh!
3.
Jelaskan, mengapa sebagian pasukan KNIL tidak mau bergabung
ke dalam APRIS sesuai dengan keputusan yang diambil dalam
perundingan KMB!
4.
Tuliskan pendapat kamu mengenai persamaan atau perbedaan
antara latar belakang terjadinya aneka pemberontakan pada
periode
1948-1965,
dengan
beberapa
konflik
pusat – daerah
pada
masa sekarang!
5.
Tuliskan 5 (lima) hikmah yang bisa diambil dari pergolakan yang
pernah terjadi di Indonesia pada periode 1948-1965!
30
Kelas XII SMA/MA
B. Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran
“Tujuan yang nyata hanyalah satu, Republik Indonesia Serikat yang
merdeka, bersatu, bernaung di bawah bendera Sang Saka Merah
Putih, bendera kebangsaan Indonesia sejak beribu-ribu tahun”
(Soekarno, dalam Konferensi BFO 1948)
Salah satu guna sejarah adalah kegunaan edukatif. Maksudnya, dengan
mempelajari sejarah maka orang dapat mengambil hikmah dari pengalaman
yang pernah dilakukan masyarakat pada masa lampau, yang tentu saja dapat
dikaitkan dengan masa sekarang. Keberhasilan di masa lampau akan dapat
memberi pengalaman pada masa sekarang. Sebaliknya, kesalahan masyarakat
di masa lampau akan menjadi pelajaran berharga yang harus diwaspadai di
masa kini.
Karena itu sebelum kita melanjutkan ke bab ini, kalian akan belajar tentang
bagaimana sejarah dapat memberikan hikmah keteladanan atau pembelajaran
dalam kehidupan berbangsa, ada baiknya bila kita coba mengingat kembali
materi pada bab sebelumnya.
Cobalah kalian baca kembali uraian dalam bab I, lalu lakukan analisis, dan
temukan
hikmah
dari berbagai
kisah konflik
yang pernah
terjadi di Indonesia
dalam rentang tahun 1948-1965. Diskusikan pemikiran kalian dengan rekan
diskusi yang telah dipilih. Diskusikan juga dengan guru apabila kalian
memiliki pertanyaan!
Bentuk Pergolakan
Hikmah yang bisa diambil
Peristiwa
konflik
dan
pergolakan yang berkait
dengan ideologi.
Peristiwa
konflik
dan
pergolakan yang berkait
dengan kepentingan
(
vested interest
).
Peristiwa
konflik
dan pergolakan yang
berkait dengan sistem
pemerintahan.
31
Sejarah Indonesia
Dari analisis dan diskusi yang kalian lakukan, nyatalah bahwa sejarah
dapat menjadi pembelajaran bagi kita, antara lain melalui berbagai hikmah
yang terkandung
di dalamnya.
Dan dalam hal pernah
terjadinya
konflik
dan
pergolakan di Indonesia pada masa lalu, hikmah dari peristiwa tersebut tentu
dapat dijadikan pembelajaran dalam memandang atau menghadapi berbagai
ancaman potensi konflik yang terjadi pada masa sekarang.
Tugas untuk dikerjakan di rumah:
Buatlah peta Indonesia, yang menunjukkan
daerah-daerah
tempat
terjadinya
konflik
yang
membahayakan integrasi bangsa, antara tahun 1948-1965. Tunjukkan
dalam Peta tersebut
daerah
dengan
potensi
konflik
sejenis
pada masa sekarang.
Buat pula keterangan singkat mengenai isi peta tersebut! Beri warna bila perlu.
1. Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa
Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan
dengan
masih terdapatnya
potensi
konflik
di beberapa
wilayah
Indonesia
pada masa kini. Kementerian Sosial saja memetakan bahwa pada tahun 2014
Indonesia
masih memiliki
184 daerah
dengan
potensi
rawan konflik
sosial.
Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, yaitu
Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa
Tengah (cermati wacana di bawah).
Maka, ada baiknya bila kita coba kembali merenungkan apa yang pernah
ditulis oleh Mohammad Hatta pada tahun 1932 tentang persatuan bangsa.
Menurutnya:
“Dengan persatuan bangsa, satu bangsa tidak akan dapat dibagi-bagi. Di
pangkuan bangsa yang satu itu boleh terdapat berbagai paham politik, tetapi
kalau datang marabahaya... di sanalah tempat kita menunjukkan persatuan hati.
Di sanalah kita harus berdiri sebaris. Kita menyusun ‘persatuan’ dan menolak
‘persatean’” (Meutia Hatta, mengutip Daulat Rakyat, 1931).
Konflik
bahkan
bukan saja dapat mengancam
persatuan
bangsa.
Kita juga
harus menyadari
betapa konflik
yang terjadi dapat menimbulkan
banyak
korban
dan kerugian. Sejarah telah memberitahu kita bagaimana pemberontakan-
pemberontakan yang pernah terjadi selama masa tahun 1948 hingga 1965
telah menewaskan banyak sekali korban manusia. Ribuan rakyat mengungsi
32
Kelas XII SMA/MA
dan berbagai tempat pemukiman mengalami kerusakan berat. Belum lagi
kerugian yang bersifat materi dan psikis masyarakat. Semua itu hanyalah akan
melahirkan penderitaan bagi masyarakat kita sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut, cobalah kalian baca wacana berikut ini dan
ikutilah instruksi yang diberikan. Carilah hikmah yang terkandung di dalamnya
agar kita dapat menyadari betapa pentingnya persatuan bangsa tersebut:
Dipandu oleh guru kalian buatlah kelompok diskusi masing-masing 4
orang.
•
Bacalah, lalu analisis dan diskusikan wacana berikut ini. Kaitkan
dengan
persoalan disintegrasi bangsa. Hubungkan pula dengan materi
sejarah yang telah kalian pelajari dalam bab satu. Gunakan catatan
mengenai konflik yang telah dibuat di rumah sebagai sumber analisis
dan diskusi.
•
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok bertamu ke
kelompok yang lain. Semua kelompok harus dikunjungi.
•
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil
kerja dan informasi ke tamu mereka.
•
Setelah semua kelompok dikunjungi, kembalilah ke kelompok masing-
masing. Laporkan temuan yang didapat dari kelompok lain.
•
Dengan dipandu oleh guru kalian, diskusikan dan bahas hasil kerja
yang kalian lakukan bersama-sama antarkelompok.
•
Tulislah kesimpulan yang didapat, lalu kumpulkan hasil dari setiap
kelompok ke guru.
Enam Daerah Rawan Konflik Sosial di Indonesia
Kementerian
Sosial
memetakan
184 daerah
di Tanah
Air rawan
terjadi
konflik
sosial karena kondisi ekonomi yang tertinggal, enam di antaranya diprediksi
paling rawan pada 2014 ini.
“Sebagian besar kondisi ekonominya tertinggal dibanding daerah lain. Namun,
ada juga daerah maju tapi interaksi sosial antarkelompok sangat kaku, sehingga
mudah meletup hanya karena masalah kecil,” kata Tenaga Ahli Menteri Sosial
bidang Kehumasan dan Tatakelola Pemerintahan Sapto Waluyo di Jakarta.
Sapto mengatakan,
tidak semua
daerah
tertinggal
itu rawan
konflik.
Ada enam
daerah diprediksi sebagai wilayah paling rawan konflik sosial pada 2014.
33
Sejarah Indonesia
Daerah tersebut yaitu, Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi
Tengah, dan Jawa Tengah.
“Indikatornya terlihat sepanjang 2013 daerah tersebut bermunculan aneka
konflik,” kata Sapto menambahkan.
Sepanjang
2013 di Papua
terjadi
24 peristiwa
konflik
sosial,
Jawa Barat (24),
Jakarta (18), Sumatera Utara (10), Sulawesi Tengah (10) dan Jawa Tengah (10).
“Di tahun politik 2014, ketegangan tentu akan meningkat. Karena itu, Kemensos
melancarkan program keserasian sosial di 50 daerah rawan dan penguatan
kearifan lokal di 30 daerah,” katanya.
Targetnya
mencegah
kemungkinan
terjadinya
konflik
atau memperkecil
dampak
jika konflik tetap terjadi.
“Memang harus ditumbuhkan tenaga pelopor perdamaian di seluruh pelosok
Indonesia, terutama dari kawula muda,” kata dia.
Sumber : antaranews.com, Februari 2014
TUGAS
Buatlah
kliping
3 gambar/berita
tentang
konflik
yang terjadi
di Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir kemudian
lakukan
analisis dan temukan
hikmah apa saja yang bisa diperoleh dari gambar/berita dalam klipping
tersebut.
2.
Teladan Para Tokoh Persatuan
Tahukah kalian bahwa jumlah tokoh yang telah
diangkat oleh pemerintah sebagai pahlawan nasional
hingga tahun 2017 ini adalah 173 orang? Tidak
sembarangan orang memang dapat menyandang
secara resmi gelar pahlawan nasional. Ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi. Salah satu di antaranya
adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan
perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau
perjuangan dalam bidang lainnya untuk mencapai/
merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sumber: kalimantanpers.co.id
Gambar 1.9 Pahlawan
Nasional
34
Kelas XII SMA/MA
Beberapa tokoh di bawah ini merupakan para pahlawan nasional yang
memiliki jasa dalam mewujudkan integrasi bangsa Indonesia. Tidak semua
tokoh pahlawan dapat dibahas di sini. Selain jumlahnya yang banyak, mereka
juga berasal dari berbagai bidang atau daerah yang berbeda.
Untuk pahlawan dari daerah, kita akan mengambil hikmah para pejuang
yang berasal dari wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Di antara
mereka mungkin kalian ada yang belum mengenalnya, padahal sesungguhnya
mereka mempunyai jasa yang sama dalam upaya memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh akan kita bahas di sini,
yaitu Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Marthen Indey.
Keteladanan para tokoh pahlawan nasional Indonesia juga dapat kita lihat
dalam bentuk pengorbanan jabatan dan materi dari mereka yang berstatus
raja. Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Syarif Kasim II adalah dua
tokoh nasional yang akan dibahas dalam bab ini. Kita akan melihat bagaimana
tokoh-tokoh ini lebih mengedepankan keindonesiaan mereka terlebih dahulu
daripada kekuasaan atas kerajaan sah yang mereka pimpin, tanpa menghitung
untung rugi.
Selain tokoh-tokoh yang berkiprah dalam bidang politik dan perjuangan
bersenjata, kita juga akan mengambil hikmah keteladanan dari tokoh yang
berjuang di bidang seni. Nama Ismail Marzuki mungkin telah kalian kenal
sebagai pencipta lagu-lagu nasional. Namun mungkin juga masih ada di antara
kalian yang belum mengenal siapa sebenarnya Ismail Marzuki dan kiprah apa
yang ia berikan bagi integrasi Indonesia. Maka tokoh Ismail Marzuki ini akan
juga kita bahas dalam bab mengenai keteladanan para tokoh nasional ini.
1)
Pahlawan Nasional dari Papua:
Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Marthen Indey
Posisi Papua dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan sebenarnya
unik. Papua adalah wilayah di Indonesia yang bahkan setelah RI kembali
menjadi negara kesatuan pada tahun 1950 pun, tetap berada dalam kendali
Belanda. Khusus persoalan Papua, berdasarkan hasil KMB tahun 1949,
sesungguhnya akan dibicarakan kembali oleh pemerintah RI dan Belanda
“satu tahun kemudian”. Nyatanya hingga tahun 1962, ketika Indonesia
akhirnya memilih jalan perjuangan militer dalam merebut wilayah ini,
Belanda tetap berupaya mempertahankan Papua.
35
Sejarah Indonesia
Meski demikian, dalam kurun waktu selama itu, bukan berarti rakyat
Papua berdiam diri untuk tidak menunjukkan nasionalisme keindonesiaan
mereka. Berbagai upaya juga mereka lakukan agar bisa menjadikan Papua
sebagai bagian dari negara Republik Indonesia. Muncullah tokoh-tokoh
yang memiliki peran besar dalam upaya integrasi tersebut, seperti Frans
Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.
Sumber: Wajah dan Perjuangan Pahlawan Nasional, (Kemensos RI, 2012)
Gambar 1.10 Peta Papua dan 3 tokoh Papua
Frans Kaisiepo
(1921-1979) adalah salah seorang tokoh yang
mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Indonesia
merdeka. Ia juga turut berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka
(PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang sama, Kaisiepo menjadi
anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan,
dimana ia sempat menyebut Papua (
Nederlands Nieuw Guinea
) dengan
nama Irian yang konon diambil dari bahasa Biak dan berarti daerah panas.
Namun kata Irian tersebut malah diberinya pengertian lain : “Ikut Republik
Indonesia Anti Nederlands (Kemensos, 2013). Dalam konferensi ini, Frans
Kaisiepo juga menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT)
karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya. Ia lalu mengusulkan
agar Papua dimasukkan ke dalam Keresidenan Sulawesi Utara.
Tahun 1948 Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan
rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda. Setahun setelahnya, ia
menolak menjadi ketua delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Konsekuensi atas penolakannya
adalah selama beberapa tahun setelah itu ia dipekerjakan oleh pemerintah
kolonial di distrik-distrik terpencil Papua. Tahun 1961 ia mendirikan partai
politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlans
Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia. Wajar bila ia kemudian
banyak membantu para tentara pejuang Trikora saat menyerbu Papua.
Frans Kaisiepo
Silas Papare
Marthen Indey
36
Kelas XII SMA/MA
Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin
Papua bergabung ke Indonesia. Proses tersebut akhirnya menetapkan
Papua menjadi bagian dari negara Republik Indonesia.
Silas Papare
(1918-1978) membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM)
hanya sekitar sebulan setelah Indonesia merdeka. Tujuan KIM yang
dibentuk pada bulan September 1945 ini adalah untuk menghimpun
kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan
mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Bulan Desember tahun
yang sama, Silas Papare bersama Marthen Indey dianggap mempengaruhi
Batalyon Papua bentukan Sekutu untuk memberontak terhadap Belanda.
Akibatnya mereka berdua ditangkap Belanda dan dipenjara di Holandia
(Jayapura).
Setelah keluar dari penjara, Silas Papare mendirikan Partai Kemerdekaaan
Irian. Karena Belanda tidak senang, ia kemudian ditangkap dan kembali
dipenjara, kali ini di Biak. Partai ini kemudian diundang pemerintah
RI ke Yogyakarta. Silas Papare yang sudah bebas pergi ke sana dan
bersama dengan teman-temannya membentuk Badan Perjuangan Irian
di Yogyakarta. Sepanjang tahun 1950-an ia berusaha keras agar Papua
menjadi bagian dari Republik Indonesia. Tahun 1962 ia mewakili Irian
Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam Perundingan New York
antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua.
Berdasarkan “
New York Agreement
” ini, Belanda akhirnya setuju untuk
mengembalikan Papua ke Indonesia.
Marthen Indey
(1912–1986) sebelum Jepang masuk ke Indonesia adalah
seorang anggota polisi Hindia Belanda. Namun jabatan ini bukan berarti
melunturkan sikap nasionalismenya. Keindonesiaan yang ia miliki justru
semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik
Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua. Ia bahkan pernah berencana
bersama anak buahnya untuk berontak terhadap Belanda di Papua, namun
gagal. Antara tahun 1945-1947, Indey masih menjadi pegawai pemerintah
Belanda dengan jabatan sebagai Kepala Distrik. Meski demikian,
bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia
malah menyiapkan pemberontakan. Tetapi sekali lagi, pemberontakan ini
gagal dilaksanakan.
Sejak tahun 1946 Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka
(PIM). Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12
Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua
37
Sejarah Indonesia
dari Indonesia. Indey juga mulai terang-terangan menghimbau anggota
militer yang bukan orang Belanda agar melancarkan perlawanan terhadap
Belanda. Akibat aktivitas politiknya yang kian berani ini, pemerintah
Belanda menangkap dan memenjarakan Indey.
Tahun 1962, saat Marthen Indey tak lagi dipenjara, ia menyusun kekuatan
gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan
diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora. Saat perang usai,
ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke
wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar
menjadi bagian Republik Indonesia.
2) Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa:
Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Syarif Kasim II
Saat Indonesia merdeka, di Indonesia, masih ada
kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para
penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih memilih
untuk meleburkan kerajaan mereka ke dalam negara
Republik Indonesia. Hal ini bisa terjadi tak lain
karena dalam diri para raja dan rakyat di daerah
mereka telah tertanam dengan begitu kuat rasa
kebangsaan Indonesia.
Meski demikian tak semua raja mau bergabung
dengan negara kesatuan RI. Sultan Hamid II dari
Pontianak misalnya, bahkan pada tahun 1950-an lebih
memilih berontak hingga turut serta dalam rencana
pembunuhan terhadap beberapa tokoh dan pejabat di
Jakarta, meski akhirnya mengalami kegagalan.
Dalam bagian ini, kita akan mengambil contoh dua
orang raja yang memilih untuk melawan Belanda
dan bergabung dengan negara kesatuan Republik
Indonesia, yaitu Sultan Hamengku Buwono IX dari
Yogyakarta dan Sultan Syarif Kasim II dari kerajaan
Siak.
Sumber: Wajah dan
Perjuangan Pahlawan
Nasional Gambar diolah
dari berbagai sumber,
(Kemensos RI, 2012)
Gambar 1.11 Sultan
Hamengku Buwono
IX
38
Kelas XII SMA/MA
Cobalah kalian cari dari berbagai sumber, raja-raja
di beberapa
wilayah Indonesia yang lebih memilih untuk meleburkan wilayah
kekuasaannya ke dalam negara kesatuan RI. Tuliskan asal daerah
mereka, dan bagaimana peran yang mereka lakukan dalam upaya
integrasi tersebut!
Sultan Hamengku Buwono IX
(1912-1988). Pada tahun 1940, ketika
Sultan Hamengku Buwono IX dinobatkan menjadi raja Yogyakarta, ia
dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya. Dalam pidatonya saat
itu, ia mengatakan:
“Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya,
namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang
Jawa.”(Kemensos, 2012)
Sikapnya ini kemudian diperkuat manakala tidak sampai 3 minggu setelah
proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan, Sultan Hamengku Buwono IX
menyatakan Kerajaan Yogjakarta adalah bagian dari negara Republik
Indonesia. Dimulai pada tanggal 19 Agustus, Sultan mengirim telegram
ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas terbentuknya Republik
Indonesia dan terpilihnya Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. Tanggal 20 Agustus besoknya, melalui telegram kembali, Sultan
dengan tegas menyatakan berdiri di belakang Presiden dan Wakil Presiden
terpilih. Dan akhirnya pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengku
Buwono IX memberikan amanat bahwa:
1)
Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah
istimewa dari Republik Indonesia.
2)
Segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan
urusan pemerintahan berada di tangan Hamengku Buwono IX.
3)
Hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah RI
bersifat langsung dan Sultan Hamengku Buwono IX bertanggung
jawab kepada Presiden RI.
Melalui telegram dan amanat ini, sangat terlihat sikap nasionalisme Sultan
Hamengku Buwono IX. Bahkan melalui perbuatannya.
39
Sejarah Indonesia
Sejak awal kemerdekaan, Sultan memberikan banyak fasilitas bagi
pemerintah RI yang baru terbentuk untuk menjalankan roda pemerintahan.
Markas TKR dan ibukota RI misalnya, pernah berada di Yogjakarta atas
saran Sultan. Bantuan logistik dan perlindungan bagi kesatuan-kesatuan
TNI tatkala perang kemerdekaan berlangsung, juga ia berikan.
Sultan Hamengku Buwono IX juga pernah menolak tawaran Belanda
yang akan menjadikannya raja seluruh Jawa setelah agresi militer Belanda
II berlangsung. Belanda rupanya ingin memisahkan Sultan yang memiliki
pengaruh besar itu dengan Republik. Bukan saja bujukan, Belanda bahkan
juga sampai mengancam Sultan. Namun Sultan Hamengku Buwono IX
malah menghadapi ancaman tersebut dengan berani.
Meskipun berstatus Sultan, Hamengku Buwono IX dikenal pula sebagai
pribadi yang demokratis dan merakyat. Banyak kisah menarik yang
terjadi dalam interaksi antara Sultan dan masyarakat Yogyakarta. Cerita
yang dikisahkan oleh SK Trimurti dan diolah dari buku “Takhta Untuk
Rakyat” berikut ini, menggambarkan hal tersebut. Trimurti adalah istri
Sayuti Melik, pengetik naskah teks proklamasi:
Pingsan Gara-Gara Sultan
Kejadiannya berlangsung pada tahun 1946, ketika pemerintah Republik
Indonesia pindah ke Yogyakarta. Saat itu, SK Trimurti hendak pulang menuju
ke rumahnya. Penasaran dengan kerumunan orang di jalan, iapun singgah.
Ternyata ada perempuan pedagang yang jatuh pingsan di depan pasar.
Uniknya, yang membuat warga berkerumun bukanlah karena perempuan yang
jatuh pingsan tadi, melainkan penyebab mengapa perempuan tersebut jatuh
pingsan.
Cerita berawal ketika perempuan pedagang beras ini memberhentikan
sebuah jip untuk ikut
menumpang ke pasar Kranggan. Sesampainya di Pasar
Kranggan, ia lalu meminta sopir jip untuk menurunkan semua dagangannya.
Setelah selesai dan bersiap untuk membayar jasa, sang sopir dengan halus
menolak pemberian itu. Dengan nada emosi, perempuan pedagang ini
mengatakan kepada sopir jip, apakah uang yang diberikannya kurang. Tetapi
tanpa berkata apapun sopir tersebut malah segera berlalu.
Seusai kejadian, seorang polisi datang menghampiri dan bertanya kepada si
perempuan pedagang : "Apakah mbakyu tahu, siapa sopir tadi?"
“Sopir ya sopir. Aku ndak perlu tahu namanya. Dasar sopir aneh," jawab
perempuan pedagang beras dengan nada emosi.
40
Kelas XII SMA/MA
"Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu. Sopir tadi adalah Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, raja di Ngayogyakarta ini." jawab polisi.
Seketika, perempuan pedagang beras tersebut jatuh pingsan setelah
mengetahui kalau sopir yang dimarahinya karena menolak menerima uang
imbalan dan membantunya menaikkan dan menurunkan beras dagangan,
adalah rajanya sendiri! (Tahta Untuk Rakyat, Atmakusumah (ed), 1982).
Kisah tersebut menggambarkan betapa Sultan Hamengku Buwono IX
bukan saja berpikir dan bertindak bagi utuhnya kesatuan bangsa. Dalam
hal kecil, ia bahkan melakukan perbuatan teladan berupa keharusan
menyatunya seorang pemimpin dengan rakyatnya.
Sultan Syarif Kasim II
(1893-1968). Sultan Syarif
Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura
pada tahun 1915 ketika berusia 21 tahun. Ia memiliki
sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajar
dengan Belanda. Berbagai kebijakan yang ia lakukan
pun kerap bertentangan dengan keinginan Belanda.
Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia
sampai ke Siak, Sultan Syarif Kasim II segera
mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan
kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI
serta menyerahkan harta senilai 13 juta gulden untuk
membantu perjuangan RI. Ini adalah nilai uang yang
sangat besar.Tahun 2014 kini saja angka tersebut
setara dengan Rp. 1,47 trilyun. Kesultanan Siak pada
masa itu memang dikenal sebagai kesultanan yang
kaya.Tindak lanjut berikutnya, Sultan Syarif Kasim
II membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak,
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik. Ia juga
segera mengadakan rapat umum di istana serta mengibarkan bendera
Merah-Putih, dan mengajak raja-raja di Sumatera Timur lainnya agar
turut memihak republik.
Saat revolusi kemerdekaan pecah, Sultan aktif mensuplai bahan makanan
untuk para laskar. Ia juga kembali menyerahkan kembali 30% harta
kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi
kepentingan perjuangan. Ketika van Mook, Gubernur Jenderal
de facto
Sumber: Wajah dan
Perjuangan Pahlawan
Nasional Gambar diolah
dari berbagai sumber,
(Kemensos RI, 2012)
Gambar 1.12 Sultan
Syarif Kasim II
41
Sejarah Indonesia
Hindia Belanda, mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka” Belanda,
Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak. Ia tetap memilih bergabung
dengan pemerintah Republik Indonesia.
Atas jasanya tersebut, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional oleh pemerintah Indonesia.
3)
Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra:
Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (1914–1958). Dilahirkan di Jakarta,
Ismail Marzuki memang berasal dari keluarga
seniman. Di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu
pertamanya, berjudul “O Sarinah”. Tahun 1936, Ismail
Marzuki masuk perkumpulan musik
Lief Java
dan
berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada
saat inilah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu
barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri.
Lagu-lagu yang diciptakan Ismail Marzuki itu sangat
diwarnai oleh semangat kecintaannya terhadap
tanah air. Latar belakang keluarga, pendidikan
dan pergaulannyalah yang menanamkan perasaan
senasib dan sepenanggungan terhadap penderitaan
bangsanya. Ketika RRI dikuasai Belanda pada tahun
1947 misalnya, Ismail Marzuki yang sebelumnya aktif
dalam orkes radio memutuskan keluar karena tidak mau bekerja sama
dengan Belanda. Ketika RRI kembali diambil alih republik, ia baru mau
kembali bekerja di sana.
Lagu-lagu Ismail Marzuki yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan
yang menggugah rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, antara
lain “Rayuan Pulau Kelapa” (1944), “Halo-Halo Bandung” (1946) yang
diciptakan ketika terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, “Selendang
Sutera” (1946) yang diciptakan pada saat revolusi kemerdekaan untuk
membangkitkan semangat juang pada waktu itu dan “Sepasang Mata
Bola” (1946) yang menggambarkan harapan rakyat untuk merdeka.
Meskipun
memiliki
fisik yang tidak terlalu sehat karena memiliki
penyakit
TBC, Ismail Marzuki tetap bersemangat untuk terus berjuang melalui
seni. Hal ini menunjukkan betapa rasa cinta pada tanah air begitu tertanam
kuat dalam dirinya.
Sumber: Wajah dan
Perjuangan Pahlawan
Nasional, Kemensos,
(2012)
Gambar 1.13 Ismail
Marzuki
42
Kelas XII SMA/MA
4. Perempuan Pejuang
Opu Daeng Risaju
“Kalau hanya karena adanya darah bangsawan mengalir
dalam tubuhku sehingga saya harus meninggalkan
partaiku dan berhenti melakukan gerakanku, irislah
dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu dari dalam
tubuhku, supaya datu dan hadat tidak terhina kalau saya
diperlakukan tidak sepantasnya.”(Opu Daeng Risaju,
Ketua PSII Palopo 1930)
Itulah penggalan kalimat yang diucapkan Opu Daeng
Risaju, seorang tokoh pejuang perempuan yang
menjadi pelopor gerakan Partai Sarikat Islam yang
menentang kolonialisme Belanda waktu itu, ketika
Datu Luwu Andi Kambo membujuknya dengan berkata
“Sebenarnya tidak ada kepentingan kami mencampuri
urusanmu, selain karena dalam tubuhmu mengalir darah
“kedatuan,” sehingga kalau engkau diperlakukan tidak
sesuai dengan martabat kebangsawananmu, kami dan
para anggota Dewan Hadat pun turut terhina. Karena itu,
kasihanilah kami, tinggalkanlah partaimu itu!”(Mustari Busra, hal 133).
Namun Opu Daeng Risaju, rela menanggalkan gelar kebangsawanannya
serta harus dijebloskan kedalam penjara selama 3 bulan oleh Belanda dan
harus bercerai dengan suaminya yang tidak bisa menerima aktivitasnya.
Semangat perlawanannya untuk melihat rakyatnya keluar dari cengkraman
penjajahan membuat dia rela mengorbankan dirinya.
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo
pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu
dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan
gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu. Dengan demikian Opu Daeng
Risaju merupakan keturunan dekat dari keluarga Kerajaan Luwu. Sejak
kecil, Opu Daeng Risaju tidak pernah memasuki pendidikan Barat
(Sekolah Umum), walaupun ia keluarga bangsawan. Boleh dikatakan, Opu
Daeng Risaju adalah seorang yang “buta huruf” latin, dia dapat membaca
dengan cara belajar sendiri yang dibimbing oleh saudaranya yang pernah
mengikuti sekolah umum.
Setelah dewasa Famajjah kemudian dinikahkan dengan H. Muhammad
Daud, seorang ulama yang pernah bermukim di Mekkah. Opu Daeng
Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII)
Sumber: Wajah dan
Perjuangan Pahlawan
Nasional, Kemensos, (2012)
Gambar 1.14 Opu
Daeng Risaju
43
Sejarah Indonesia
melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang
asal Sulawesi Selatan yang pernah lama bermukim di Pulau Jawa. H.
Muhammad Yahya sendiri mendirikan Cabang PSII di Pare-Pare. Ketika
pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo.
PSII cabang Palopo resmi dibentuk pada tanggal 14 Januari 1930 melalui
suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo (sekarang Jalan
Landau).
Kegiatan Opu Daeng Risaju didengar oleh
controleur afdeling
Masamba
(Malangke merupakan daerah
afdeling
Masamba).
Controleur afdeling
Masamba kemudian mendatangi kediaman Opu Daeng Risaju dan
menuduh Opu Daeng Risaju melakukan tindakan menghasut rakyat
atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkang
terhadap pemerintah. Atas tuduhan tersebut, pemerintah kolonial Belanda
menjatuhkan hukuman penjara kepada Opu Daeng Risaju selama 13
bulan. Hukuman penjara tersebut ternyata tidak membuat jera bagi Opu
Daeng Risaju. Setelah keluar dari penjara Opu Daeng Risaju semakin
aktif dalam menyebarkan PSII.
Walaupun sudah mendapat tekanan yang sangat berat baik dari pihak
kerajaan maupun pemerintah kolonial Belanda, Opu Daeng Risaju tidak
menghentikan aktivitasnya. Dia mengikuti kegiatan dan perkembangan
PSII baik di daerahnya maupun di tingkat nasional. Pada tahun 1933 Opu
Daeng Risaju dengan biaya sendiri berangkat ke Jawa untuk mengikuti
kegiatan Kongres PSII. Dia berangkat ke Jawa dengan biaya sendiri
dengan cara menjual kekayaan yang ia miliki.
Kedatangan Opu Daeng Risaju ke Jawa ternyata menimbulkan sikap
tidak senang dari pihak kerajaan. Opu Daeng Risaju kembali dipanggil
oleh pihak kerajaan. Dia dianggap telah melakukan pelanggaran dengan
melakukan kegiatan politik. Oleh anggota Dewan Hadat yang pro-Belanda,
Opu Daeng Risaju dihadapkan pada pengadilan adat dan Opu Daeng
Risaju dianggap melanggar hukum (
Majulakkai Pabbatang
). Anggota
Dewan Hadat yang pro-Belanda menuntut agar Opu Daeng Risaju dijatuhi
hukuman dibuang atau
diselong
. Akan tetapi Opu Balirante yang pernah
membela Opu Daeng Risaju, menolak usul tersebut. Akhirnya Opu Daeng
Risaju dijatuhi hukuman penjara selama empat belas bulan pada tahun
1934.
44
Kelas XII SMA/MA
Pada masa pendudukan Jepang Opu Daeng Risaju tidak banyak
melakukan kegiatan di PSII. Hal ini dikarenakan adanya larangan dari
pemerintah pendudukan Jepang terhadap kegiatan politik Organisasi
Pergerakan Kebangsaan, termasuk di dalamnya PSII. Opu Daeng Risaju
kembali aktif pada masa revolusi. Pada masa revolusi di Luwu terjadi
pemberontakan yang digerakkan oleh pemuda sebagai sikap penolakan
terhadap kedatangan NICA di Sulawesi Selatan yang berkeinginan
kembali menjajah Indonesia. Ia banyak melakukan mobilisasi terhadap
pemuda dan memberikan doktrin perjuangan kepada pemuda. Tindakan
Opu Daeng Risaju ini membuat NICA berupaya untuk menangkapnya.
Opu Daeng Risaju ditangkap dalam persembunyiannya. Kemudian ia
dibawa ke Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 km. Opu
Daeng Risaju ditahan di penjara Bone dalam satu bulan tanpa diadili
kemudian dipindahkan ke penjara Sengkang dan dari sini dibawa ke Bajo.
Selama di penjara Opu Daeng mengalami penyiksaan yang kemudian
berdampak pada pendengarannya, ia menjadi tuli seumur hidup. Setelah
pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, Opu Daeng Risaju pindah ke Pare-
Pare mengikuti anaknya Haji Abdul Kadir Daud yang waktu itu bertugas di
Pare-Pare. Sejak tahun 1950 Opu Daeng Risaju tidak aktif lagi di PSII, ia
hanya menjadi sesepuh dari organisasi itu. Pada tanggal 10 Februari 1964,
Opu Daeng Risaju meninggal dunia. Beliau dimakamkan di pekuburan
raja-raja Lokkoe di Palopo.
TUGAS
Buatlah kliping tentang beberapa pahlawan nasional yang belum dibahas
dalam buku ini. Beri penjelasan tentang kepahlawanan yang mereka lakukan
dalam upaya persatuan bangsa atau menghadapi penjajahan Belanda.
Sumber bisa kalian dapatkan dari internet atau berbagai buku, atau kalian
dapat mendiskusikannya dengan guru kalian.
45
Sejarah Indonesia
TUGAS KELOMPOK
(terdiri atas 4 orang)
Carilah Informasi mengenai:
• Kriteria seseorang bisa dikatakan sebagai pahlawan nasional
•
Pahlawan
atau tokoh yang telah berjuang menghadapi ancaman
disintegrasi bangsa, di daerah kalian.....
• Melalui bimbingan guru kalian, masing-masing kelompok
hanya
mencari tokoh-tokoh dari satu bidang kepahlawanan,
seperti kategori seni, sastra, tentara, tokoh pemerintahan, rakyat
biasa, bangsawan dan lain-lain.
• Informasi dapat kalian peroleh antara lain melalui studi
kepustakaan atau wawancara.
• Hasil informasi yang telah kalian dapatkan dibawa pada
pertemuan pembelajaran berikutnya.
KESIMPULAN
1.
Beberapa
peristiwa
konflik
yang terjadi
pada masa kini, harus kita lihat
sebagai potensi disintegrasi bangsa yang dapat merusak persatuan
negeri. Maka ada baiknya bila kita belajar dari perjalanan sejarah
nasional
kita, yang juga pernah
diwarnai
dengan
aneka
proses
konflik
dengan
segala
akibat
yang merugikan,
baik jiwa, fisik, materi,
psikis
dan penderitaan rakyat. Bagaimanapun, salah satu guna sejarah adalah
dapat memberi hikmah atau pelajaran bagi kehidupan.
2.
Selain dari peristiwa sejarah, kita dapat juga mengambil hikmah dari
teladan para tokoh sejarah. Di antara mereka adalah para pahlawan
nasional yang berjuang untuk persatuan bangsa dengan tidak hanya
menggunakan senjata, tetapi juga melalui karya berupa seni, tulisan,
musik, sastra atau ilmu pengetahuan.
46
Kelas XII SMA/MA
LATIH UJI KOMPETENSI
1.
Tuliskan
beberapa
akibat
negatif
konflik
dalam
kaitannya
dengan
proses integrasi bangsa. Jelaskan!
2.
Jelaskan posisi perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Papua dalam
menghadapi kolonial Belanda, yang membedakan mereka dengan
daerah-daerah lain di Indonesia!
3.
Tuliskan persamaan dan perbedaan perjuangan yang dilakukan oleh
Sultan Hamengku Buwono IX dengan Sultan Syarif Kasim II.